Pa’ Kopa’ Eling, Mengajarkan Nilai Etika dan Moralitas

 Lilik Rosida Irmawati


Terang bulan (purnama) merupakan waktu yang senantiasa ditunggu-tunggu, karena pada saat terang bulan tersebut  bulan hanya anak-anak yang bersuka cita, tetapi juga orang tua. Biasanya pada saat terang bulan anak-anak berkumpul di halaman rumah, dan kemudian berkelompok. Biasanya yang paling disukai oleh anak-anak adalah menyanyikan lagu Pa’ Kopa’ Eling, secara bergantian mereka menyanyikan lagu ini dan disertai pula dengan tepuk tangan.

Pa’ Kopa’  Eling

            Pa’ kopa’ eling
            elingnga sakoranji
            eppa’na olle paparing
            ana’ tambang tao ngaji
            ngaji babana cabbi
            ka’angka’na sarabi potthon
            e cocco’ dhangdhang pote keba mole
            e cocco’ dhangdhang celleng keba melleng

Terjemahan bebas :
Bertepuk-tepuk ingat, sadar sekeranjang
sang bapak mendapatkan anugerah
anak bodoh jadi (bisa) mengaji
mengaji di bawah cabai, suguhannya serabi gosong
di patuk elang putih di bawa pulang
di patuk elang hitam dibawa nakal

           
Makna yang Tersirat dalam Bait-Bait Syair

Syair-syair yang terdapat pada lantuman nada-nada di atas sangatlah sederhana, namun apabila di kaji lebih mendalam maka syair-syair tersebut mengandung makna yang demikian mendalam. Makna tersebut berisi nasehat tentang manusia dan jiwa spiritual yang harus dimilikinya.

Sebagai Khalifah di muka bumi, manusia mempunyai tugas yang sangat mulia yaitu menjadi pemimpin. Oleh sebab itu pemenuhan kebutuhan spiritual sama pentingnya dengan kebutuhan material. Dengan demikian akan tercipta kehidupan yang serasi, seimbang, dan harmonis. Dengan berbekal pengetahuan agama yang kuat maka manusia tidak mudah tergoda dan terombang-ambing  oleh perubahan serta dinamika perubahan jaman.

Pemenuhan kebutuhan spiritual (agama) merupakan sesuatu yang sangat signifikan. Oleh sebab itu sejak usia dini anak-anak diperkenalkan dengan nilai-nilai agama, yaitu dengan jalan melaksanakan proses pembelajaran. Sejak kecil anak-anak diwajibkan mengaji, shalat, puasa serta kewajiban-kewajiban agama lainnya. Proses pembelajaran tersebut dilakukan secara bertahap, terus menerus, dan berkesinambungan serta disesuaikan  dengan usia kematangan dan pertumhuhan anak. Sebagaimana terdapat pada kalimat, //ana’ tambang tao ngaj, ngaji babana cabbi//,( //anak bodoh jadi (bisa) mengaji, mengaji di bawah cabai//)

Sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, masyarakat komunal menciptakan suatu tatanan agar dalam menjalankan kebersamaan (kehidupan bersama) berjalan secara harmonis. Dan tatanan tersebut, baik yang tertulis maupun tidak tertulis secara berkesinambungan ditransferkan  kepada generasi berikutnya melalui pendidikan informal dalam keluarga, lingkungan masyarakat maupun pendidikan formal di sekolah-sekolah. Hal itu termaktup dalam kalimat, “Pa’ kopa’ eling, elingnga sakoranji” // Bertepuk-tepuk ingat, sadar sekeranjang //. Kalimat tersebut mengingatkan bahwa betapa pentingnya sebuah kesadaran untuk menuntut ilmu.

Untuk mendapatkan generasi yang ber-kualitas, orang tua mempunyai tanggung jawab serta memegang peranan utama sebagai pendidik pertama sekaligus motivator bag keberhasilan pendidikan putra putrinya. Sebagaimana tertera dalam kalimat, “eppa’na olle paparing”, (bapak mendapatkan anugerah). Dan anugerah tersebut merupakan kegembiraan, kebahagiaan, dan kebanggaan bagi bapak karena sang anak telah mampu menyerap dan menguasai ilmu.

Adapun nilai etika dan moralitas yang tinggi dalam puisi di atas adalah, hendaknya ilmu yang dimiliki tidak disalahgunakan dan benar-benar diamalkan karena ilmu mempunyai dua sisi dimensi, yaitu kebaikan dan kejahatan. Ilmu akan menjadi suatu bencana apabila dipergunakan oleh orang-orang yang  mempunyai moral rendah dan tidak bertanggung jawab, sebaliknya ilmu akan mendatangkan manfaat serta kemaslahatan bagi umat manusia apabila berada di tangan-tangan manusia yang mempunyai moralitas tinggi. Hal tersebut dapat disimak pada bait,
e cocco’ dhangdhang pote keba mole, e cocco’ dhangdhang celleng keba melleng”
(di patuk elang putih di bawa pulang, di patuk elang hitam dibawa nakal)