Sekilas Mengenal Kehidupan Kesenian di Madura

            Gugusan kepulauan Madura  di kenal sebagai daerah dengan alam yang tandus. Wilayah Madura terdiri dari sekitar tujuh puluh pulau, daerah minus semacam ini di cap tidak mungkin memiliki kegiatan kesenian dibandingkan dengan pulau tetangganya, yaitu Jawa. Ternyata anggapan tersebut sangat keliru, karena suku bangsa Madura memiliki kekayaan karya seni yang sangat fenomenal. Ketidak-tahuan tentang  kesenian tersebut disebabkan wilayah ini hanya dianggap sebagai daerah pinggiran Jawa, baik di pandang dari sudut geografis, historis dan budaya.

            Kekayaan kesenian yang ada di tanah Madura tersebut dibangun dari berbagai unsur budaya, baik pengaruh dari paham animisme, Hinduisme, dan Islam.  Perkawinan dari ketiga unsur budaya tersebut sangat dominan mewarnai kesenian yang ada. Dalam perkembangannya berbagai kesenian yang bernafaskan relegius, terutama bernuansa islami lebih menonjol. Hal itu tidak terlepas dari peran para mubalig di masa lampau yang menjadikan kesenian sebagai media dakwah. Tidak dapat dipungkiri bahwa peran para Wali (Wali Songo) dalam mengislamkan masyarakat nusantara dari paham paganisme menuju paham monotheism (Syahadat), adalah hasil maksimal yang dicapai melalui media kesenian.

            Pada masa lalu seni pertunjukan lebih dikenal di tengah-tengah masyarakat tradisional, baik pada penganut animisme maupun Hinduisme. Hal tersebut disebabkan budaya menonton pada masyarakat awam sangat kuat. Oleh sebab itu berbagai produk kesenian sering dijadikan alat propaganda, media penyampai berbagai kebijakan ataupun media dakwah. Selain itu media kesenian digunakan oleh masyarakat tradisional sebagai media berhubungan dengan alam gaib, dengan roh-roh nenek moyang ataupun dengan Sang Pencipta.

            Bentuk seni tradisional yang dipaparkan dalam buku ini terdapat di wilayah Madura bagian timur, yaitu kabupaten Sumenep. Kabupaten ini memiliki wilayah paling luas, dibandingkan dengan empat kabupaten lainnya. Sumenep mempunyai 76 pulau, 48 pulau  ber-penghuni. Wilayah daratan dan kepulauan yang ada di kabupaten Sumenep  dibagi dalam 25 wilayah kecamatan. Kekayaan seni tradisional yang dimiliki oleh kabupaten Sumenep menunjukkan bahwa, wilayah bagian timur pulau Madura ini merupakan pusat kantong seni budaya.

            Secara garis besar “Seni Tradisional Madura” dapat di klasifikasi dalam empat kelompok. Dari masing-masing kelompok kesenian tersebut mempunyai tujuan maupun fungsi yang berbeda. Adapun bentuk kesenian tersebut adalah ;

  1. Seni musik/ seni suara, yaitu Tembang Mocopat, Musik Saronen dan Musik Ghul-Ghul
  2. Seni tari/gerak, yaitu Tari Duplang
  3. Upacara Ritual, yaitu Sandhur Pantel
  4. Seni Pertunjukan, yaitu Kerapan Sapi, Sapi Sono’, Pencak Silat Ghul-Ghul, Sintung dan Topeng Dalang.
Berbagai bentuk seni tradisional yang berkembang di dataran Madura merupakan hasil perkawinan dari berbagai unsur budaya dan telah mengalami proses evolusi. Walaupun berasal dari unsur animisme dan Hinduisme, dalam perkembangannya seni tradisional yang berkembang  lebih kental dengan unsur relegius islami. Hal itu tidak terlepas dari kiprah para da’i ketika memperkenalkan agama Islam pada masyarakat penganut paham lain. Melalui media yang telah ada, yakni kesenian para da’i memasukkan ajaran, anjuran serta ajakan membenahi kerusakan moral dan budi pekerti, mencari hakikat kebenaran, memahami makna hidup, membentuk manusia ber-kepribadian ataupun membentuk manusia ber-budaya.

Pendekatan emosional yang dilakukan para muballigh/da’i pada masa itu, ternyata mampu meraih sukses besar. Berbagai upacara ritual  yang tidak sesuai dan melenceng dari  ajaran agama Islam, tidak langsung dihilangkan. Secara lambat laun, upacara ritual yang berasal dari paham animisme maupun Hinduisme diubah menjadi bentuk kesenian baru yang bernafaskan Islam. Hal tersebut dapat dicermati dari upacara ritual Sandhur Pantel, pada ritual ini pengaruh paham animisme maupun Hinduisme sangatlah kuat.

Begitu pula dengan seni pertunjukan topeng, bentuk kesenian ini dipakai oleh masyarakat animisme dan Hinduisme sebagai media untuk berhubungan dengan alam gaib, dengan penguasa alam lain ataupun dengan roh-roh nenek moyang. Pementasan topeng pada masa itu dimaksudkan untuk berdamai ataupun mengusir roh-roh jahat yang datang mengganggu kehidupan mereka. Selain itu kesenian topeng merupakan seni pertunjukan yang sangat populer dan digemari oleh masyarakat.

Bentuk kesenian yang paling kompleks inipun tidak terlepas dari incaran Wali Songo untuk dijadikan media dakwah. Ceritera-ceritera yang bersumber dari kisah Ramayana dan Mahabharata dengan muatan dan bobot  filosofi Hindu, diubah menjadi ceritera yang  ber-nuansa dan ber-filosofi islami. Melalui tokoh-tokoh antagonis dan protagonis, nilai-nilai keagamaan, nilai-nilai moral ditanamkan pada para penganutnya. Kehebatan Wali Songo tersebut bukan hanya pada hasil karya seni tinggi, melainkan pada metode dan pendekatan yang dilakukan. Setiap daerah mempunyai watak dan karakter yang berbeda, dan seni pertunjukan topeng senantiasa disesuaikan dengan situasi dan kondisi  daerah dan karakter masyarakatnya.

Selain itu Wali Songo menciptakan tembang (nyanyian), tembang tersebut mula-mula dipakai untuk memuji kebesaran Allah SWT di surau-surau sebelum didirikan sholat wajib. Selain berisi  pujian kepada Tuhan Pencipta Alam Semesta, tembang tersebut menyampaikan ajaran, anjuran yang sesuai dengan misi agama Islam. Pembentukan manusia yang ber-kepribadian ataupun ber-budaya menjadi ajaran pokok, karena dengan demikian kerusakan moral dan budi pekerti bisa dielakkan. Melalui tembang setiap hati nurani diketuk untuk menjalankan syariat agama.

Berbagai bentuk kesenian yang telah ada dijadikan sebagai media untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan, tak terkecuali seni musik. Kalau di daerah Jawa diciptakan alat musik gamelan, sesuai dengan kondisi lingkungan watak dan karakter masyarakatnya. Maka untuk masyarakat Madura yang terkenal berwatak dan berkarakter keras, terbuka, hangat dan polos diciptakan jenis instrumen musik yang mampu menghasilkan jenis irama riang dan dinamis. Penemunya adalah cicit Sunan Kudus, yaitu kyai Khatib Sendang yang berdomisili di Pragaan. Pada akhirnya instrumen musik Saronen menjadi  musik pengiring berbagai acara kesenian ataupun upacara ritual.

Disamping sebagai media dakwah, bentuk kesenian yang ada di Madura dipakai sebagai ukhuwah Islamiyah dan penyambung tali silaturahmi.  Seni bela diri silat yang identik dengan kewiraan, keperkasaan dan pertarungan dikemas menjadi tontonan yang sangat atraktif dan menarik tanpa kehilangan esensi-nya. Bentuk seni bela diri yang mempertontonkan kecekatan, kecepatan, ketangkasan dan ketahanan fisik mampu diperagakan dalam gerakan-gerakan luwes, indah dan gemulai diiringi hentakan musik gendang. Seni tradisional ini dikembangkan di lingkungan pondok pesantren, kemudian berkembang di masyarakat luas.

Yang paling unik dan langka dari semua bentuk seni tradisional adalah atraksi Sapi Sono’. Atraksi sepasang sapi betina tersebut mampu menimbulkan decak kagum, karena hewan pemamah biak tersebut mampu dilatih mengedepankan perasaannya. Ketelatenan, ketekunan dan kesabaran masyarakat pemilik sapi tersebut patut diacungi jempol. Dapat dibayangkan bagaimana sepasang sapi betina yang biasanya berada di ladang, menarik bajak dengan tenaganya yang kuat, tiba-tiba berubah haluan menjadi hewan yang sangat peka, penurut dan patuh. Dalam atraksi ini dapat disaksikan bagaimana hewan besar berkaki empat ini mampu mematuhi aturan, mampu mengangkat kaki bersamaan ataupun  menggoyang-goyangkan tubuh (berjoget)  ketika instrumen musik Saronen dimainkan.

Dari semua bentuk seni tradisional Madura, seni pertunjukan  Kerapan Sapi merupakan bentuk yang paling populer. Keperkasaan sepasang sapi di sebuah arena ketika berpacu kencang ternyata mampu mengangkat pamor pulau Madura. Setiap tahunnya, wisatawan manca negara berbondong-bondong datang ke pulau Madura hanya untuk menyaksikan keperkasaan para Joki ketika memacu sepasang sapi dalam kecepatan tinggi. Atraksi kegemaran rakyat Madura ini mampu menguras emosional massa.

Kekerasan, kekasaran serta sifat berangasan  yang dicitrakan oleh sebagian orang tentang suku bangsa Madura ternyata sangatlah keliru. Imej yang dibangun ke permukaan lewat figur dan sosok yang tampil di media elektronika di berbagai film dan sinetron, jauh panggang dari api. Hal itu dapat dibuktikan dari hasil karya seni, dalam bentuk berbagai seni tradisional yang dipaparkan dalam buku ini. Dapatlah diamati serta dicermati, sifat kasih sayang yang meluap serta hubungan yang sangat harmonis terhadap makhluk hidup lainnya. Sikap yang ditunjukkan tersebut merupakan cerminan dari nuansa budaya relegius islami, budaya santun ber-akhlakul karimah.

Keaneka-ragaman dan berbagai bentuk seni budaya tradisional yang ada di Madura menunjukkan betapa tinggi budaya yang dimiliki oleh suku bangsa ini. Kekayaan seni tradisional yang berisi nilai-nilai adi luhung yang berlandaskan nilai relegius islami seharusnya diperkenalkan kembali kepada generasi penerus sebagai pemilik sah/pewaris budaya. Tak kenal maka tak sayang. Melalui pemaparan secara detail dalam buku ini, diharapkan anak suku bangsa Madura mengetahui mutiara terpendam yang ada dalam setiap seni tradisional. Adapun butir-butir mutiara yang terkandung dalam setiap bentuk seni tradisi, penuh berisi muatan  nilai-nilai filosofi kehidupan. Baik yang berkaitan dengan sisi mental spiritual ataupun fisikal.   

Berbagai bentuk kesenian tradisional adalah aset kekayaan budaya lokal yang akan mampu melindungi anak bangsa dari hantaman budaya global. Pengaruh budaya global yang demikian gencar mengalir dari berbagai pintu, menyebabkan generasi muda kehilangan jati diri. Dengan mengetahui kekayaan budaya lokal, diharapkan generasi muda mampu menggali potensi kekayaan seni tradisional sekaligus melestarikan-nya. Dengan demikian seni budaya yang penuh dengan nilai-nilai universal kehidupan tersebut ini tidak punah. Untuk mengantisipasi agar kekayaan seni budaya tidak punah, maka langkah-langkah penyelamatan perlu dilakukan. Dan itu merupakan tanggung jawab bersama semua komponen anak bangsa Madura. (Lilik Rosida Irmawati)

Disalin dari buku: “Berkenalan dengan Kesenian Tradisi Madura”, penulis: Lilik Rosida Irmawati, penerbit: SIC Surabaya, Th. 2004