Ker-tanoker, Media Mendamaikan Pertemanan



Lilik Rosida Irmawati
Ker-tanoker (kepompong) adalah makhluk hidup jelmaan ulat yang sedang menjalankan proses metamorfosis. Ulat yang semula berbentuk bulat panjang, lembek dan menjijikkan kemudian berubah bentuk menjadi kepompong yang dibalut semacam serat, menempel dan bergelantungan di dahan, maupun di daun-daun. Pada masa pertapaan dan menjadi Tanoker inilah anak-anak sering mengambilnya dan menjadikannya sebagai alat bermain. Sebelum Tanoker mengeras, ujung kepala sedikit lembek, dan apabila mendengar suara maka ujung yang berbentuk memanjang ini akan bergerak-gerak, ke kanan, ke kiri maupun ke depan dan ke belakang.

Ker-Tanoker

Kertanoker, dimma bara’ dimma temor
Ker-soker, sapa nyapa kaadha’ lanjang omor
Ker-tanoker jambuna massa’ saseba’
Ker-tanoker lagguna nyapa kaadha’
Ker-tanoker jambuna massa’ sapennay
Ker-tanoker lagguna nyapa e songay
Ker-tanoker jambuna massa’ sacorong
Ker-tanoker lagguna nyapa e lorong
Ker-tanoker jambuna massa’ pagar
Ker-tanoker lagguna nyapa e langgar

Terjemahan bebas :
Ker-tanoker dimana barat, dimana timur
ker-tanoker, siapa yang menyapa duluan akan panjang umur
Ker-tanoker ada jambu masak separuh
Bila tak bertegur sapa, besok menyapa duluan
Ker-tanoker ada jambu masak sekeranjang
Boleh bertengkar besok menyapa di sendang
Ker-tanoker ada jambu masak setakaran
Boleh bertengkar besok menyapa di jalan
Ker-tanoker ada jambu masak di pagar
Boleh bertengkar besok menyapa di langgar

Dan biasanya permainan ini dilakukan ketika anak-anak berselisih ataupun bertengkar dan kemudian tidak saling bertegur sapa (bahasa Madura; soker). Nah, anak-anak yang tidak bertegur sapa tersebut sebenarnya ingin menyapa, tetapi karena saling menjaga gengsi mereka bersikeras tidak menyapa. Tetapi ketika salah satu anak sudah tidak tahan untuk menyapa karena tidak punya teman bermain, maka anak tersebut mencari Ker-tanoker (kepompong). Melihat anak yang satunya akan menyapa, yaitu dengan mencari Ker-tanoker, maka ia pun berlari untuk mencari Ker-tanoker pula.

Masing-masing anak-anak itu sudah mempunyai seekor Tanoker, lalu kedua anak tersebut nangkring di kayu pagar masing-masing rumah. Kemudian kedua anak tersebut saling (sambit) melempar kalimat yang ada pada syair Ker-tanoker dan saling menjawab pula. Nah; kedua anak yang saling tidak bertegur sapa tersebut akhirnya saling menyapa dan saling memaafkan.

Permainan dan nyanyian Ker-tanoker bukan hanya dipakai sebagai media membuka area diplomat di kalangan anak-anak. Tetapi pada musim Tanoker digunakan pula sebagai media bermain, pada musim Tanoker inilah anak-anak bergembira ria, bersenda gurau dan saling melemparkan kalimat dalam bentuk pantun dan saling bersahutan menjawab pantun yang dilontarkan oleh kawan sebayanya.

Apabila ujung kepala itu bergerak-gerak, itu menandakan bahwa pantun yang mereka sampaikan itu benar, dan harus pula di jawab oleh yang lainnya. Permainan ini bis dimainkan oleh dua orang, bisa juga berkelompok. Semakin banyak anak bergabung ikut bermain, maka semakin ramai dan mengasyikkan permainan tersebut. Masing-masing anak akan mencari Tanoker untuk dijadikan alat untuk bermain. Biasanya Tanoker yang menjadi incaran anak-anak adalah yang besar, mereka mencarinya di pohon yang sering dijadikan tempat bertelur ulat, misalnya pohon kedondong, jeruk, Ketapang, dan pohon pisang


Makna yang Terkandung dalam Bait-Bait Ker-Tanoker

Kata Ker-tanoker merupakan diksi yang mendekati kata “soker” (tidak bertegur sapa), dengan demikian terjadi keserasian pengucapan baik di awal kalimat maupun akhir kalimat pada pantun yang diucapkan. Walaupun bahasa yang digunakan sangat sederhana, namun mengandung makna tersirat mendalam. Makna mendalam yang terdapat pada syair ini tentang esensi persaudaraan, persahabatan, dan perdamaian. Hal ini disebabkan dalam interaksi sosial dalam kehidupan yang komunal, setiap pribadi dan individu, masing-masing mempunyai kepribadian, watak, dan karakter yang berbeda. Tentu saja dalam proses interaksi tersebut akan terjadi benturan-benturan, baik pemikiran, persepsi, keinginan, maupun kepentingan. Akibat dari ketidaksamaan tersebut maka akan terjadi perdebatan, pertengkaran bahkan menjurus pada pertikaian fisik.

Untuk meredam  berbagai bentuk benturan tersebut syair ini memberikan rambu-rambu bagaimana harus berbuat, yaitu sebuah sikap mengalah. Mengalah belum tentu kalah. Peribahasa mengatakan,” Kalah jadi arang, menang jadi abu”. Dengan memiliki sikap mengalah maka akan terbangun sebuah kerukunan, dan dalam dimensi yang lebih luas akan terbangun perdamaian yang abadi. Karena hakekat sesungguhnya dari setiap pertengkaran dan pertikaian adalah untuk menguji kerukunan. Bila terjadi perselisihan, berarti kerukunan sedang di uji. Mendahului berbuat baik, mendahului menyapa, mendahului membuka area diplomatik menunjukkan kematangan emosional maupun spiritual  yang tinggi. Dengan demikian mendahului berbuat baik, yaitu dengan  jalan menyapa maka akan mempererat tali persahabatan dan persaudaraan, tali silaturrahim serta akan melanggengkan perdamaian.

Sikap mengalah dan sifat pemaaf  harus dimiliki oleh setiap individu, dan itu perlu ditanamkan sejak dini. Oleh karenanya, syair Ker-tanoker memberikan gambaran kongkrit bagaimana harus bersikap ketika menghadapi pertentangan maupun pertikaian, yaitu dengan cara mengalah dan menyapa. Membuka area diplomatik dapat dilakukan dimana saja, terutama tempat-tempat yang memungkinkan orang bertemu dan berkumpul. Dimana orang melakukan aktivitas keseharian dalam memenuhi kebutuhan hidup maupun saling ber-interaksi sebagai makhluk sosial. Tempat-tempat tersebut, antara lain di jalan, di langgar, di sendang, maupun di pasar. Sebagaimana yang termaktup pada isi syair,

//Ker-tanoker lagguna nyapa kaadha’ / Ker-tanoker lagguna nyapa e songay /Ker-tanoker lagguna nyapa e lorong /Ker-tanoker lagguna nyapa e langgar // -
(// Bila tak bertegur sapa, besok menyapa duluan / Boleh bertengkar besok menyapa di sendang / Boleh bertengkar besok menyapa di jalan / Boleh bertengkar besok menyapa di langgar //).

Bait-bait sederhana yang terdapat pada syair Ker-tanoker mengajak setiap pribadi untuk menunjukkan kematangan pribadi, baik kematangan psikis maupun fisik. Dengan memiliki kematangan kepribadian, maka perbedaan pendapat, perbedaan persepsi, perbedaan keinginan, karakter maupun watak bukan berarti membuka lebar jalan pertentangan atau pertikaian, malah sebaliknya akan membuka pintu kerukunan dan perdamaian. Sebagaimana dikatakan bahwa perbedaan itu adalah suatu rahmat. Nilai etika dan moralitas tinggi inilah yang mesti dijadikan bahan renungan panjang setiap pribadi untuk membangun masyarakat komunal yang rukun, guyub dan ber-keadilan.