Perlu Adanya Show Force Untuk Menggali Sumber Daya Alam Kelautan

Otonomisasi telah memberikan ruang gerak yang sangat luas kepada Pemerintah daerah untuk membangun wilayah daerah berdasarkan topografis, karakter, maupun budaya daerah. Dengan demikian  pembangunan   akan sesuai dengan keinginan, misi, visi serta konsep-konsep  yang diinginkan oleh masyarakatnya. 

Untuk mencapai taraf keberhasilan tentunya dibutuhkan berbagai komponen pendukung, diantaranya adalah tersedianya Sumber Daya Manusia yang handal sekaligus Sumber Daya Alam.
Sumenep merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang 2/3 wilayahnya mempunyai potensi dan aset kekayaan yang sangat luar biasa. Sumber minyak dan gas, berbagai macam hasil laut, serta aset pariwisata. Apakah SDA yang demikian besar akan mampu memberikan nilai lebih pada masyarakat Sumenep ? Tentunya harapan itu tidaklah mudah, sebagaimana membalikkan telapak tangan.
Untuk mengetahui Sumenep dari berbagai sudut pandang, Sujono, pemerhati Sumenep memberikan pemikiran-pemikiran cerdasnya dalam bincang-bincang dengan reporter Info Sumenep, El Iemawati di kediamannya, Senin, 8/1/2007
Secara makro Bagaimana anda melihat kebijakan-kebijakan pembangunan yang dicanangkan oleh  Pemkab selama ini!
Kalau saya melihat kebijakan Pemkab secara makro sudah sangat bagus, dalam tanda petik, walaupun disana-sini perlu perbaikan. Kebijakan-kebijakan yang saya sampaikan terutama pembangunan di infra struktur sudah betul-betul dirasakan oleh masyarakat, terutama masyarakat perkotaan. Nyaris sekarang ini pembangunan jalan dan selokan-selokan sudah mulai nampak dirasakan oleh masyarakat. Saya berharap kebijakan-kebijakan tersebut  dikembangkan  ke seluruh wilayah, bahkan sampai ke wilayah terpencil kepulauan.
Kalau cakupan bidang ekonomi ?
Untuk bidang ekonomi melihat kebijakan Pemkab selama ini  sangat perlu ada catatan. Kita lihat secara makro  daya beli masyarakat sekarang ini sangat kewalahan apabila dibandingkan dengan dulu. Misal, kalau dulu orang di pedesaan mempunyai uang 100 ribu sudah bisa dibelanjakan selama 1 minggu, tapi untuk saat ini jadi 3 hari saja sudah bagus.  Kita bandingkan pula dengan upah, saat ini upah buruh di banyak perusahaan-perusahaan semacam CV dan UD yang bergerak di bidang  distributor banyak menggaji karyawan di bawah UMK, bahkan ada yang  hanya membayar 200 sampai 250 ribu, padahal UMK diatas 500 ribu.
Apa ini suatu indikasi ketidakberhasilan di bidang ekonomi ?
Tidak bisa kita mengatakan  seperti itu, karena kebijakan ekonomi daerah  itu akan dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah pusat. Mau tidak mau kita harus paham antara GNP dan DJTT itu harus ada kaitannya. Kalau saya katakan Pemkab tidak berhasil, saya tidak berani mengatakan demikian, tapi kebijakan-kebijakan secara makro akan berpengaruh kepada kebijakan daerah.
Tetapi kan saat ini perputaran uang dan daya beli masyarakat terbilang rendah ?
Kalau kita melihat dari daya beli masyarakat maka indikatornya sulit. Kita melihat di pedesaan, katanya daya beli kurang, tapi sebagai indikator masyarakat dalam membeli kendaraan bermotor seperti kacang goreng. Begitu datang di drop dari Surabaya maupun Jakarta satu Minggu sudah habis.  Nah apakah daya beli masyarakat berkurang ?  Cuma memang saya katakan ini tidak merata. Kalau dulu kemiskinan agak merata, sekarang malahan berkelompok.
Contohnya ?
Contohnya, katakanlah di Ibukota kecamatan, saya melihat indikasi-indikasi semacam ini. Masyarakat di Ibukota kecamatan dengan di pinggiran maupun pelosok sangat mencolok sekali. Di ibukota kecamatan masih bisa masak beras, masak dengan minyak tanah maupun gas, tapi di pelosok tidak demikian. Bukan karena langkanya minyak tanah, tetapi karena  kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut karena sulitnya mencari nafkah akibat  kurangnya lahan pekerjaan.  Sehingga dalam hal ini daya beli masyarakat semakin rendah.  Perkapita pendapatan mereka semakin menurun, sedangkan pemerintah tidak bisa secara makro melihat. Contohnya begini, pemerintah memberikan BLT kan upayanya kesana, tapi ternyata tidak bisa membantu . berapa trilyun anggaran dihabiskan  untuk subsidi BBM kepada masyarakat. Tapi nyatanya tidak bisa mendongkrak  daya beli masyarakat pedesaan untuk berkembang maupun hidup layak.
Langkah-langkah apa yang mesti dilakukan dengan kondisi riil semacam itu ?
Seharusnya  Pemerintah Daerah mempunyai sistem tersendiri  di dalam mengatur perekonomian tanpa meninggalkan  sistem yang telah diterapkan oleh Pemerintah Pusat. Sehingga perputaran ekonomi khususnya di Sumenep ini bisa terkontrol oleh Pemkab, mesti ada studi kelayakan yang menyatakan bahwa di tingkat pedesaan  itu sekarang memerlukan subsidi yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. Nah, Pemerintah Daerah paling tidak bisa meningkatkan PAD. Atau jalan kedua Pemerintah daerah harus banyak menyediakan sarana pekerjaan baik di kota maupun di pedesaan.
Kalau kita survei seorang abang becak  untuk mendapatkan uang 6000 ribu dalam satu hari susahnya setengah mati. Karena apa ? Saat ini ekonomi dan kehidupan masyarakat perkotaan  sudah mulai meningkat dan mapan, sehingga dalam aktivitas sehari-hari masyarakat kota menggunakan sarana transportasi sepeda motor.
Menurut kabar, Sumenep sangat kaya dengan SDA, apa itu tidak bisa membantu kelompok masyarakat tidak mampu ?
Sebenarnya Sumenep ini mempunyai Sumber Daya Alam yang sangat luar biasa. Mungkin kalau kita tawarkan ke Jepang, mereka sangat mau dan interest sekali, mungkin barang Jepang di bawa ke sini, dan Jepang tidak mau membawa apa-apa. Kita harus mengakui secara arif bahwa SDM kita masih sangat lemah. makanya Pemkab sendiri  sekarang merasa  bahwa kita tidak memiliki SDM, sehingga Pemkab sendiri  berupaya untuk memasukkan atau menarik  para investor  dan para pemikir  untuk menggali SDA terutama di bidang minyak dan gas. Salah satu bukti di Pagerungan, dan masih banyak lagi  kekayaan SDA yang masih bisa digali secara profesional. Dan saya melihat gebrakan-gebrakan yang dilakukan oleh Pemkab, dalam hal ini Bupati Sumenep untuk menggali SDA. Bahkan gebrakan itu juga dilakukan oleh wakil DPR pusat, KH. Ilyasi dengan jalan menarik para investor untuk menggali kekayaan SDA di kepulauan Sumenep. Nah yang jadi pertanyaan untuk dalam waktu dekat kita tidak bisa semacam itu karena arus transportasi secara ekonomis kita sangat salt karena apa? Kita masih sangat terlalu jauh karena membutuhkan jangka waktu panjang
Untuk jangka pendeknya harus bagaimana ?
Untuk jangka waktu pendek saya cenderung mesti ada satu penekanan, ada semacam show force dari Pemerintah Daerah untuk menggali sumber laut, dan digalakkannya sumber laut.
Apakah hal ini akan membantu, terutama menyediakan lahan pekerjaan bagi masyarakat ?
Justru itu, barangkali Pemkab sudah melirik namun gregetnya kurang, padahal dari hasil laut ini kalau benar-benar difokuskan kesana, maka cita-cita Pemerintah daerah untuk membangun Sumenep ke depan akan tercapai. Bahkan tanpa sumber minyak pun apabila sumber hasil laut ini betul-betul digali, dari  ikannya, rumput lautnya, dan hasil-hasil lainnya akan sangat luar biasa. Saya menginginkan Pemerintah Daerah sekarang ini menjadi fasilitator, membangkitkan masyarakat kelautan difokuskan kesana. Lalu Pemkab juga harus menjadi satu manager untuk memasarkan. Jadi fungsi managerrial dari Pemerintah daerah harus betul-betul dibangkitkan, bukan berarti sekarang tidak bangkit, namun saya menginginkan lebih difokuskan lagi pada sumber laut ini, dan Insya Allah dari pemikir-pemikir, ahli-ahli kelautan di Dinas Perikanan sudah banyak. Namun saya tidak melihat gebrakan-gebrakan semacam itu, padahal itu adalah potensi yang sangat luar biasa ketimbang di pertanian. Kalau hanya mengandalkan tembakau itu tidak ada artinya.
Kalau dikaitkan dengan pelayanan publik berarti pelayanan publik Pemkab selama ini belum maksimal ?
Kalau yang namanya pelayanan publik itu tidak akan pernah selesai sampai akhir jaman. Itu pasti, pasti, sehebat apapun sistem yang dilakukan oleh Pemda, sehebat apapun sistem yang dilakukan pemimpin yang akan memimpin Sumenep ini, pelayanan publik ini tidak akan ada puasnya. Tidak akan pernah puas, tergantung kita, kita merasa puas merasakan pelayanan publik ini, tapi tetangga kita tidak merasakan. Tergantung dari sudut mana kita menilai, saya tidak melihat pelayanannya, tetapi saya sebagai orang Sumenep, yang dilahirkan di Sumenep, saya punya kepedulian dan ikut memikirkan di sini ada sumber daya di kelautan, sebetulnya perlu ditingkatkan. Kan sayang sekali kalau di Dinas Perikanan dan Kelautan itu ada ahli perikanan-nya, ada ahli kelautan-nya, dan itu lulusan-lulusan dari universitas atau dari institute yang bonafide, ini kan sayang kalau tidak difokuskan.
Berarti untuk menggali sumber SDA yang bapak sampaikan membutuhkan program terpadu ?
Yang namanya program itu harus terpadu sehingga antara Pemkab dengan masyarakat  harus harmonis. Saat ini saya melihat terjadi ketidakharmonisan antara masyarakat, seperti LSM, LSM semestinya menjadi patner ship dari Pemkab, yang seharusnya tidak hanya mengkritisi, tapi dia harus memberikan satu solusi. Namun saya melihat LSM disini sepertinya hanya mencari kesempatan, maaf tidak semuanya, hanya mencari kesempatan untuk menekan Pemerintah yang nota bene, mungkin ada oknum-oknum yang mencari manfaat di dalam lembaga ini. Padahal LSM harus berfungsi sebagai patner ship,  memberikan solusi-solusi kepada Pemda sehingga bisa bekerja bersama-sama dengan Pemkab. Mestinya LSM juga bisa menciptakan lapangan kerja, bukan mencari kerja. Ini yang saya sayangkan.
Kalau begitu kendalanya dimana, apakah Pemerintah atau masyarakat ?
Kendala bisa juga dari pemerintah, kendala juga dari masyarakat. Kedua instrumen ini saling memiliki kelebihan dan kelemahan, Cuma memang masyarakat merasa tidak puas, katakanlah mereka banyak menagih janji-janji kampanye yang memberikan suatu harapan-harapan kepada masyarakat, namun setelah mereka duduk, mereka memalingkan muka. Contoh kasus, di Talango, dari salah satu anggota dewan mencoba mencari bantuan ke dinas kelautan yang berupa alat-alat penangkapan ikan, antara pengajuan dengan orang yang diajukan ini tidak sama. Artinya disini, dewan sendiri yang berfungsi sebagai pengawas kepada Badan Kelautan seharusnya dia memfungsikan dirinya sebagai yang diharapkan oleh masyarakat. Kalau kita mengatakan masyarakat berarti-kan dewan sebagai wakil dari masyarakat. Saya melihat keduanya mempunyai kelebihan dan kelemahan. Nah, ini katakanlah kadang-kadang satu sisi dewan dalam hal ini sebagai wakil masyarakat, kadang-kadang tidak memfungsikan dirinya.
Saat ini ada gebrakan-gebrakan yang cukup signifikan dari dewan yaitu serap aspirasi, namun saya melihat gebrakan itu tidak bersih, artinya tidak bersih, mungkin karena koleganya tidak mendapatkan proyek, atau koleganya tidak mendapatkan bagian, sehingga membuat satu gebrakan, akhirnya gebrakan semacam ini tidak akan menghasilkan sesuatu yang diharapkan oleh masyarakat. Karena apa ?  Kita sudah tidak berbicara dengan hati, kita melihat tidak dengan hati, mendengar sudah tidak dengan hati. Padahal dalam bekerja harus berbicara dengan hati, mendengar dengan hati, atau melangkah dengan hati nurani.

bersambung: 

·     1.    Perlu Adanya Show Force Untuk Menggali Sumber Daya Alam Kelautan

2.    Pola Paternalistik Masih Kuat