Surat Untuk Sahabat



Sahabat,  ketika kutulis surat ini, alam dalam tirai kabut, derai hujan masih mengguyur bumi. Di beberapa tempat, wajah-wajah kuyu, mata sayu memandang sisa-sisa bah yang berserakan. Menyisakan keprihatinan, keperihan dan kepedihan mendalam. Bencana longsor, angin topan, gelombang laut susul-menyusul. Alam benar-benar murka, memuntahkan bencana yang tak tertanggungkan. Engkau lihat Sahabat, wajah-wajah kuyu,  mata sayu menatap masa depan yang suram. Mereka telah kehilangan harta, kehilangan orang-orang terkasih dan kekasih.
Sahabat, kadangkala kita melupakan sejarah. Kita tahu, banyak diantara kita yang telah binasa karena kesombongan, takabur, super ego, tamak dan mendewakan diri. Kaum Luth, kaum Tsamud dan semua anak cucu Adam pada jaman terdahulu. Semuanya telah tertoreh dalam kitab yang Agung, tertera dalam tarikh. Namun banyak diantara kita, tidak mau mengerling, apalagi membaca  dan mengambil hikmah mendalam dari jalinan kisah dalam peristiwa tersebut.
Sahabat barangkali bencana beruntun yang menimpa kita, merupakan buah yang kita petik dari tanaman di ladang pesemaian. Ketika menanam kekerdilan jiwa, maka manusia telah kehilangan jiwa kemanusiaannya. Karena manusia telah menjadi budak setia dan pemuja hedoisme. Manusia telah kehilangan diri, karena terbiasa dididik mencintai kebenaran untuk diri sendiri: benarnya sendiri. Sejak bayi sampai dewasa. Benarnya sendiri telah berlaku dari soal-soal kecil dalam lingkup keluarga, di sekolah, di kantor, di kampung, di pasar sampai ke lingkup sosial yang lebih luas, bahkan di dunia birokrasi. Otoritas-isme, diktator-isme, anarki-isme bahkan pada tataran monarki-isme dan demokrasi. Kekuatan telah menjadi kekuasaan. Benarnya sendiri telah melahirkan Firaun-Firaun kecil dalam seluruh tataran kehidupan.
Engkau tahu Sahabat ?  Esensi manusia telah tergerus oleh sejarah. Manusia tidak lagi mengenal nilai-nilai, manusia telah kehilangan makna diri, dan juga telah kehilangan budayanya sendiri. Betapa risih ketika kita mendengarkan dan menyaksikan orang cerdik pandai bersilat lidah, memprovokasi dan menggiring saling membenci sesama. Barangkali orang cerdik pandai itu telah kehilangan akal sehatnya, karena statemen-statemen yang dilontarkan, hanyalah slogan-slogan memanaskan yang mengarah pada multi krisis.
Ketika Engkau membaca surat ini Sahabat, alam dalam gerai kabut. Rintik hujan ber-irama monoton, namun menciptakan harmoni indah. Irama tersebut menggugah perasaan untuk kembali memacu berkembangnya nilai kemanusiaan. Sehingga kita kembali berbicara dan berbuat berdasarkan akal sehat dan hati nurani. Simpati dan empati perlu diasah kembali menjadi kepekaan sosial yang mendalam terhadap kemanusiaan. Karena sensibilitas kemanusiaan itulah yang sangat berharga membangun kehidupan yang damai, penuh rasa persaudaraan, penuh rasa cinta. Sehingga akan terbentuk satu komunitas yang saling menghargai adanya esensi kemanusiaan.
Tentu Sahabat sependapat denganku, bahwa dalam membangun bangsa ini diperlukan moralitas tinggi. Karena moralitas kemanusiaan adalah salah satu sisi intrinsic dari kebudayaan yang tidak bisa ditinggalkan. Penyelenggaraan negara tanpa moral, akan membuat rakyat menderita dan memunculkan fenomena yang mengarah pada keruntuhan bangsa. Dengan moralitas tinggi dari para penyelenggara negara, rakyat akan beruntung sekaligus hormat dan cinta pada pemimpin.
Apakah harapan ini salah Sahabat ? Apakah mimpi-mimpi ini hanya akan menggantung di langit lazuardi ?  Kurasa Sahabat, kita bisa mewujudkan mimpi ini sebagai sebuah kerinduan yang panjang, yang menggantung di langit-langit hati. Kerinduan itu begitu membuncah, menggelora serta membakar. Karena sebagai makhluk yang dibekali kelebihan akal, hati nurani, dan budi pekerti, Sahabat, aku, kita memiliki potensi untuk berubah, ke arah kesadaran yang lebih obyektif.
Sahabat begitu kompleks permasalahan yang melanda bangsa kita. Krisis multi dimensi sampai saat ini masih melilit sangat kuat. Karena reformasi yang dijalankan tanpa konsep jelas, sama saja kembali ke jaman batu. Karena masalahnya terletak pada mental dan moral para pelakunya. Reformasi manusia Indonesia sebagai pelaksana pembangunan-lah yang harus diberi amanat, di semua lapisan dan tingkatan. Karena persoalan pokok kebobrokan bangsa dan negara ini adalah moralitas para pekerjanya. Reformasi politik, hukum dan ekonomi, betapa-pun idealnya, kalau mental para pelaksana manusianya tetap tak di reformasi, maka hasilnya takkan berubah.
Barangkali Sahabat sependapat denganku, bahwa masalah disiplin mental dan bersihnya moral para pelaku kebijakan inilah yang segera direformasi. Bila manusianya bersih, jujur, disiplin, penuh dedikasi dan baik, maka sistem politik, hukum dan ekonomi akan mencapai hasil yang diharapkan oleh seluruh rakyat. Inilah penentu keberhasilan. Dan keberhasilan itu, akan menciptakan kebahagiaan yang merata, di semua lapisan masyarakat.
Sahabat, alangkah indah hidup ini apabila setiap manusia mampu mengekang ego dan mampu menciptakan kebahagiaan. Karena kebahagiaan mengandung rasa bebas lepas, penuh warna dan padat dengan optimisme. Kebahagiaan membuat segalanya tampak bersinar, teduh dan damai. Kebahagiaan membuat cara memandang alam sekitar penuh makna, penuh cinta, penuh toleransi, penuh persahabatan dan penuh kehangatan.
 Ketika engkau membaca bait terakhir surat ini Sahabat, matahari mulai menyembul dari balik awan. Sinarnya menghangatkan. Jauh di kaki lengkung langit, bianglala mematrikan sejuta pesona