Drs. Salehoddin, Modal Gigih dan Doa Akhirnya Terwujud

Drs. Salehoddin, Kepala SMA Negeri I Batuan Sumenep

Drs. Salehoddin
Tidak semua orang mendapatkan keberuntungan mencicipi sekolah sampai ke perguruan tinggi. Impian mengenyam pendidikan kejenjang lebih tinggi itu merupakan impian semua orang, tetapi untuk mewujudkannya tak semudah membalikkan tangan, apalagi bagi orang tua dengan kehidupan ekonomi pas-pasan. Hanya sebagian kecil saja dari masyarakat Indonesia yang mampu meraihnya. 

Karena semua mahfum untuk sampai ke jenjang itu  membutuhkan pengorbanan dan biaya yang cukup besar, dan bahkan bisa mengorbankan apapun yang mereka miliki untuk meraih prestasi sekaligus prestise terpuji.

Tidak sedikit yang gagal, dan tidak sedikit pula yang sukses. Hanya kegigihan, keuletan dan jiwa pantang menyerah itulah yang akan mengabadikan diri menjadi orang pilihan, yaitu orang yang mau menata dirinya dengan cara dan gaya hidup apa adanya, tidak sombong, tidak angkuh apalagi merasa dirinya paling berarti bagi orang lain.

Sosok Drs. Salehoddin, yang mempunyai harapan besar terhadap dunia yang ditekuninya ini merupakan manifestasi sebagai sosok yang terobsesi pada dunia pendidikan sebagai modal untuk mencapai cita-cita. Cita-cita dirinya dan cita-cita bangsa ini.

Lahir dari keluarga sederhana pada tanggal 1 Pebruari 1966, Salehoddin masa kanak-kanak sampai usia remaja, yang kerap dipanggil Saleh, bukan suatu pengalaman hidup yang mengenakkan. Sang bapak,  Hakip, yang kerap dipanggil Murakib serta ibunya Musinti baginya merupakan sosok pahlawan yang telah memenangkan jalan hidupnya hingga kini.

Saat dia duduk kelas SD (SDN Pabian 1 Sumenep 1980) hampir saja terpupus harapan dan cita-citanya. Orang tuanya yang hanya mengandalkan kerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pada suatu saat ia jatuh dari pohon kelapa ketika memetik buah kelapa. Akibat dari peristiwa  Murakib kemudian mengalami cedera dan cacat. Cedera itu terus berlanjut sampai Saleh  remaja duduk dibangku SMP (SMPN 2 Sumenep, 1983)

Dengan berkeyakinan penuh dan mengharap ridla Allah SWT, setamat SMP Saleh menyatukan tekad. Tekat untuk memberikan yang terbaik bagi dirinya dan orang tuanya. Saleh hijrah ke Pamekasan dengan niat belajar dan mendalami ilmu dan bakat dalam bidangnya, yaitu olah raga. Di Pamekasan ia masuk sekolah kejuruan, Sekolah Guru Olahraga (SGO) Pamekasan (1986).

Di tempat yang baru ini (Pamekasan) Saleh remaja tidak mau hanya berkutat pada wilyah ilmu pengetahuan umum di sekolah. Ia ingin “sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui” dengan belajar mengaji sekaligus mengabdi pada seorang kiyai. Selain itu ia aktif di organisasi keagamaan, khususnya dilingkungan tempat ia mengaji. Dan tenaganyapun kerap disalurkan untuk mambantu membangun masjid tempat ia hidup.

Setamat SGO Saleh melanjutkan pendidikannya ke IKIP Negeri Surabaya dengan mengambil jurusan Kependidikan dan Pelatihan. Itupun tanpa didukung biaya oleh siapapun. Biaya untuk melanjutkan kuliah itu berkat rajin menabungnya ketika selama di Pamekasan, Saleh mendapat imbalan dari keluarga yang putra-putrinya belajar mengaji padanya.

Hal ini juga dilakukan selama hidup di Surabaya. Mengajari anak mengaji dengan model prifat tampaknya menjadi berkah sendiri, sehingga ia mampu membiayai biaya hidup maupun biaya kuliahnya.

 “Alhamdulillah saya mendapatkan beasiswa Super Semar dari tahun pertama sampai lulus. Tetapi untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya-biaya lain saya mengajar mengaji pada salah satu keluarga di Surabaya. “ tutur Saleh sembari mengenang masa-masa sulit yang pernah dijalaninya.

 “Saya selalu  terpacu dan memotivasi diri sendiri untuk terus belajar, belajar dan belajar. Karena saya yakin seyakin-yakinnya bahwa dengan mencari ilmu sebanyak-banyaknya dan setinggi mungkin maka di hari akhir kita bisa mendapatkan manfaat dari ilmu itu sendiri,” ungkap suami Suhartini itu.