Diharap Penyatuan Kultur dan Masyarakat

Berarti lembaga itu sudah ada ?
Ya, itu yang dibentuk oleh Pemerintah, yaitu Bazis. Di lembaga NU ada juga yaitu lembaga Amil zakat, tetapi belum terbentuk sampai sekarang
Anggota-anggotanya Bazis berasal dari unsur apa, apakah dari ada juga ?
Ya ada, anggota-anggota Bazis ada juga yang berasal dari unsur NU. Kemudian berasal dari instansi-instansi, dari perwakilan-perwakilan Ormas itu juga ada..
Bagaimana kinerja dan pengelolaan Bazis di Sumenep ?
Masih belum, masih belum seperti yang diharapkan, nah kalau bisa menyatu antara kekuatan kultur dalam arti tokoh-tokoh agama dan masyarakat,  Insya Allah  untuk menyalurkan zakatnya ke Bazis itu bisa diharapkan lebih banyak manfaatnya..
Langkah-langkah atau konsep ke arah penyatuan itu apa sudah ada ?
Untuk NU belum masuk ke sana bahkan NU masih menjajaki kemungkinan-kemungkinan menghidupkan lembaga yang memang ada di NU. Seberapa efektif kalau ini ada, sebab masyarakat NU itu unik-nya, masyarakat NU itu punya lembaga tetapi mempunyai kepercayaan kepada si fulan, si fulan dan si fulan, apa efektif kalau lembaga itu ada, sementara Bazis sudah ada dan nyatanya  Bazis kurang efektif. Itu akan kami kaji, akan kami pelajari
Apa ini bukan sebuah indikasi ketidakpercayaan kepada Bazis maupun elite agama ?
Ada semacam ini, tapi yang lebih dominan barangkali sekian lama orang itu mempunyai kepercayaan kepada orang-orang tertentu sebelum Bazis itu muncul, jadi sebelum ada Bazis, sebelum ada lembaga amil zakat, sebelum ada lembaga-lembaga yang menerima dan menyalurkan zakat, panitia-panitia yang banyak itu, masyarakat sudah punya pilihan sehingga percaya kepada pilihan itu. Nah, kalau ini efektif sebenarnya pilihan-pilihan masyarakat itu nanti bisa bergabung dalam satu wadah Bazis, sehingga semuanya ke sana. Dengan terkumpulnya zakat dalam satu wadah maka dana tersebut akan mampu untuk memberdayakan umat.
Barangkali perlu semacam advokasi dalam hal penyaluran zakat ini?
Saya pikir tidak perlu cukup dengan himbauan elit agama itu sampai sekarang masih ampuh. Ya tapi kalau advokasi persoalan-persoalan yang sulit untuk diselesaikan itu perlu
Kendala apa yang menyebabkan menyatukan konsep dan langkah-langkah kebersamaan mengalami hambatan ?
Menyatukan visi itu memang sangat sulit, saya terpaksa harus membuka, ketika muncul lembaga-lembaga amil zakat, semacam Bazis ada anggapan karena memang banyak sebenarnya orang yang mempunyai hak, dan termasuk salah satu  diantara delapan asnab, sekian lama dia itu menerima, karena memang dianggap punya hak untuk menerima dan di percaya untuk menyalurkan, contoh guru ngaji, dia tidak mendapatkan bayaran apa-apa, karena keikhlasannya dia membuat langgar sendiri, kemudian mencukupi sarana dan mengorbankan waktunya untuk mengaji, nah orang semacam ini menurut wacana sebagian masyarakat ini sangat perlu untuk  disantuni.  Sehingga dijadikan alasan. Ketika muncul lembaga lain, malah ada anggapan jangan-jangan mengurangi hak dari orang yang sudah terbiasa disantuni. Pikiran-pikiran semacam itu masih ada, ketika ada panitia amil zakat maka akan mengurangi hak dari Kiai, ini akan mengurangi hak dari Ustadz ini. Ini memang memerlukan pemikiran. Walaupun dia tidak mengharap, tetapi termasuk salah satu asnab yang perlu mendapatkan juga. Kalau semuanya tersedot ke sini, nanti kalau yang mengelola di sini, menerimanya, menyalurkannya. Apa mengalir ?
Jadi kultur-kultur semacam itu  untuk menyalurkannya dalam satu wadah itu sangat sulit ?
Ya, cukup sulit, karenanya harus dari atas, pengelolaannya itu supaya secermat mungkin, sehingga orang yang sudah biasa menerima itu tetap menerima disamping asnab-asnab yang lain. Itu yang menjadi persoalannya, ini kultur
Jadi masih sulit merubah kultur yang ada ? Contoh misalnya meniru model pengelolaan Bazis di Jakarta ?
Ya.. karena pendekatan masyarakatnya sangat berbeda, kalau di Jakarta dengan pendekatan rasional, di sini masih pendekatan emosional
Mungkin langkah-langkah ke depan, bagaimana PCNU dengan konsep-konsepnya membangun wacana baru terutama masalah pengelolaan Zakat yang dilakukan oleh Baziz !
Pertama, elite-elite agama perlu di rekrut sebanyak-banyaknya  untuk mewakili kultur  dan usaha mendekati secara kultural. Kedua lembaga amil zakat Baziz harus membuktikan bahwa ketika zakat itu disatukan itu jauh akan lebih bermanfaat dan tidak seperti pengelola-pengelola yang konvensional yang cuma bersifat konsumtif, buktikan itu. Jadi kalau itu sudah bisa dibuktikan tentu saja amanah itu menjadi sesuatu yang harus menjadi pegangan. Membangun kepercayaan jangan sampai  ada zakat yang salah sasaran, jangan sampai ada zakat yang tidak sampai pada orang yang seharusnya menerima.