Prospek : Rumput Laut Sangat Luar Biasa


Konon, Sumenep merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang mempunyai potensi SDA terbesar. Mungkin kalau ditawarkan ke Jepang, mereka sangat mau dan interest sekali, mungkin barang Jepang di bawa ke sini, dan Jepang tidak mau membawa apa-apa. Analogi tersebut bukanlah hanya sebuah isapan jempol semata. Potensi bukan hanya pada sumber minyak dan gas semata, hasil laut, pariwisata, tetapi pada pantai membujur memanjang yang menawarkan tangan-tangan dingin untuk menghijaukan-nya dengan tanaman budidaya rumput laut.
Potensi tersembunyi dan membutuhkan penanganan yang serius tersebut dipaparkan oleh pengusaha muda, Helmy Said El Fauzi, asal Pakandangan Bluto dalam bincang-bincang santai dengan reporter Info, El Iemawati, Rabu, 31/01/07.
SDA, khususnya sumber laut di Sumenep sangat besar sekali untuk dieksploitasi, spesifikasi Anda bergerak di bidang yang mana dari sekian potensi sumber kelautan yang ada ?
Kita bergerak di bidang hasil laut dengan spesifikasi produk jenis rumput laut, yaitu jenis eseoma cotoni, jenis ini memang paling banyak dibutuhkan oleh pasar, termasuk pasar  ekspor yang di situ memang  termasuk jenis nomor satu. Jenis rumput laut ini ada beberapa macam, diantaranya eseoma cotoni, spinusum, dan gracalia, ini semua adalah budi daya yang dikembangkan.
Untuk budi daya ini berapa lama petani bisa memanen hasilnya ?
Standar masa tanam ini yang diminta dengan standar masa tanam usia 45 hari untuk jenis eseoma cotoni, dan juga jenis spinusum sekitar 30 sampai 40 hari. Ini adalah standar mutu maksimal 45 hari. Jadi masa panen adalah 45 hari.
Bagaimana  Anda melihat potensi rumput laut ini bisa berkembang di Sumenep yang memiliki  pantai cukup panjang ?
Kebetulan barusan kita mengikuti pertemuan dengan Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten Sumenep yang juga dihadiri oleh Dinas Kelautan wilayah Surabaya, dan Jakarta. Pertemuan membahas soal itu, ternyata Madura itu, khususnya Sumenep paling bagus di seluruh Indonesia dalam hal infra struktur. Dari alur hulu sampai hilir sangat paling siap, nah kalau bicara kualitas sebenarnya kualitas rumput laut Madura bagus, apabila dibandingkan dengan wilayah lain. Nomor satu adalah NTT, nomor dua dari Sulawesi dan Madura nomor tiga. Cuma disini kita perlu pembinaan khusus tentang masalah rumput laut ini. Kenapa ? Karena perlakuan dari petani itu sendiri yang mengakibatkan, yang sampai sekarang imej tentang rumput laut Madura ini masih negatif.
Perlakuan-perlakuan petani, maksudnya bagaimana ?
Misalkan dari kita panen sebelum usia yang standar dibawah 45 hari sudah di panen, nah ini sangat kompleks permasalahannya. Artinya dari standar ekspor itu banyak sekali kita abaikan, pertama adalah yang paling menentukan itu adalah masa tanam, itu memang diharuskan 45 hari. Kedua adalah standar kadar air 35 %, kadar garam 2 %.
Menghadapi kondisi di lapangan seperti itu bagaimana mengatasinya, dalam hal ini Pemerintah daerah ?
Sementara dari pihak Pemerintah ini sudah ada pembinaan-pembinaan secara teknis, namun disini adakalanya kurang koordinasi antara pemerintah dengan pengusaha termasuk juga pasar luar negeri. Kita harus sepakat untuk mempelajari itu, karakter permintaan-permintaan yang diminta oleh Bayer. Karena beda karakter Bayer satunya dengan Bayer lainnya beda. Seringkali terjadi di Madura ini begitu kita mau menentukan standar ada yang punya kepentingan di situ untuk mendapatkan barang dengan menurunkan standar, dengan dibeli harga murah. Kembali kepada permasalahan yang sangat esensial ini adalah petani sangat membutuhkan dana. Misalkan contoh, kenapa petani mau panen sebelum masa 45 hari ? Karena mereka sangat ingin cepat mendapatkan uang sehingga tidak memperhatikan kualitas barang, termasuk juga kadar air, pengeringannya dibikin cepet  sehingga tidak mencapai standar. Dan di situ betul-betul sangat ditentukan oleh ekonomi, ingin cepat-cepat memperoleh uang.
Menghadapi permasalahan seperti itu solusinya apa ?
Barusan juga kami sampaikan dalam forum komunikasi di Dinas, lha ini satu-satunya ada semacam solusi yang diberikan oleh Dinas. Jadi kembali ke permasalahan awal adalah faktor ekonomi sehingga tidak mengkondisikan hasil standar ini ada kucuran dana berupa kredit lunak untuk para petani dan pembudidaya rumput laut di Sumenep khususnya, sehingga mereka kita harapkan bisa memperhatikan dari mutu rumput laut tersebut.
Bagaimana Anda melihat prospek budi daya rumput laut ini kedepan ?
Kalau kita bicara prospek untuk makro saja pasar luar negeri sangat luar biasa, sampai sekarang kita belum bisa memenuhi target  mereka. Sampai detik ini kita sangat kesulitan memenuhi target permintaan dari pasar Cina, maupun pasar Hongkong, kita belum memenuhi. Dengan kata lain sangat prospek sekali tersedianya pasar. Tugas kita untuk semakin mengembangkan termasuk meningkatkan produksi dari rumput laut sendiri. Nah, hasil rumput laut Sumenep ini hasil terbesar di Jawa Timur, untuk Jawa Timur. di banding NTT, Sulawesi. Kalau penataan infra struktur lebih bagus Sumenep.
Tentunya infra struktur harus dilengkapi dengan SDM yang handal pula, bukankah demikian ?
Saya kira tinggal penataan saja, kesiapan-kesiapan itu sudah ada dari infra struktur yang ada, tinggal penataan. Ini kita harapkan dari pihak pemerintah untuk bisa menata baik dari pembinaan secara teknis ke petani selaku pembudidaya, yang kedua juga di tata niaganya, itu sangat penting. Karena disampaikan oleh direktur  investasi di Jakarta itu bahwa betul-betul di Sumenep itu paling siap, tinggal kita yang menata. Kita selaku pengusaha disini berharap banyak dari pihak pemerintah untuk bisa mengkoordinir ini.
Kendala-kendala yang dihadapi ?
Kembali pada masalah final lagi, saya sudah sampaikan tadi bahwa di Madura ini yang sangat saya sayangkan dari tata niaganya. Tata niaga di Madura saja, contoh, di Madura ini sangat unik, dari petani sampai ke eksportir ini masih melalui mata rantai  4.
Konkrit-nya ?
Artinya begini, misalkan dari petani dijual lagi ke pengepul 1, pengepul 1 menjual lagi ke pengepul 2, pengepul 2 ke pengepul 3, pengepul 3 ke pengepul 4, pengepul 4 masih dijual ke eksportir. Jadi terlalu banyak mata rantai sehingga tidak memberikan nilai tambah kepada petani. Lha ini yang saya harapkan bisa memotong mata rantai 2 saja sudah bagus. Yang terjadi di daerah-daerah lain itu cukup 2 mata rantai.
Langkah-langkah konkrit untuk memotong mata rantai tersebut ?
Kita sampaikan permasalahan itu, kenapa sampai terjadi begitu ? Karena faktor final, misalkan dari pengepul 1 mampu untuk men-cover pendanaan sehingga dia ke pengepul 2 untuk penalangan dana. Nah, yang kedua tidak mampu men-cover lagi, baru naik ke pengepul 3, pengepul 3 baru ke 4, ini kendala final saja, misalkan 1 pengepul bisa men-cover itu dan petani sudah dalam artian secara ekonomi mampu maka dengan sendirinya putus mata rantai yang ketiga dan keempat ini. Sehingga cukup dua mata rantai saja. Nah hal ini akan memberikan nilai tambah pada pihak petani.