Perempuan Berambut Putih


Cerpen: Lilik Soebari

May mempererat pelukan karena rasa takut mulai menjalar dan menggigilkan tubuh. Untuk mengurangi rasa takut wajahnya disurukkan ke punggung Bagio. Bagio menggeliat-geliat. Geli.

"May, gila kamu," teriak Bagyo mengimbangi suara deru angin dan raungan knalpot. 

May tak peduli, kepalanya semakin bergerak ke kanan lalu ke kiri karena merasa geli. Seperti ada cecak yang merayap di punggung. 
Konsentrasi Bagyio terganggu motor yang dikendarainya sedikit oleng. Teriakan Bagio memecah keheningan karena hampir saja berbenturan dengan sepeda motor dari arah berlawanan. 

Sesaat hening kembali. Bayangan lampu jalanan bergoyang-goyang ikut berkejaran dengan bayangan di sisi kiri motor.

May kembali menempelkan wajah ke punggung Bagio meski motor ysng dikendarai hampir celaka. May bergidik ngeri. Rasa takut mulai merayap kembali takkala merasakan punggung Bagio yang hangat tiba-tiba dingin. Sangat dingin.

Pelan-pelan May melepaskan rangkulan dengan tetap memejamkan mata. Sejak awal keberangkatan May memang keberatan melewati jalan baru dan resmi dibuka awal lebaran . Namun Bagio tetap bersikukuh karena memperpendek waktu tempuh satu jam perjalanan.

Sejak melewati pertigaan yang ada dua pohon Nyamplong besar May merasakan hal yang aneh dan horor. 

Pohon yang telah berumur ratusan tahun itu tidak bisa di tebang ketika jalan baru dibuat. Tetap berdiri kokoh dengan angkuhnya. Konon para penghuninya tidak mau pindah meski telah berbagai cara dilakukan.

Akhirnya masyarakat sekitar tetap mempertahankan pohon berdempetan tersebut tetap tegak dan lebih mengorbankan halaman depan rumah untuk pelebaran jalan. 

Pengguna jalan selalu merasakan aroma mistis sangat terasa meskipun siang hari, karena bagian lingkaran sisi jalan dari arah berlawanan adalah hutan bambu.

"Mas," May kembali memeluk erat suaminya.

"Baca doa," Bagio dengan suara nyaring membaca ayat kursi diikuti May.

May kembali memejamkan mata takkala melihat ada 3 sosok dalam bayangan kendaraan yang melaju di sisi kiri. Ada perempuan berambut panjang berada dibelakangnya.

May mencengkeram kuat-kuat pinggang Bagio. Sembunyi-sembunyi mencermati bayangan yang menempel dipungungnya karena yang ia rasakan tak ada apapun. Hanya angin kencang menerbangkan jilbab.

May bergidik ketika bayangan itu tiba-tiba berada di tengah-tengah keduanya disertai cekikikan. Bagio merasakan bahunya sangat berat. 

"May, jangan bergurau," Bagio kembali berteriak karena kesakitan. Motor yang dikendarai oleng dan terperosok pada lubang menganga di tengah jalan.

Teriakan Bagio dan May memecah keheningan. Bagio tertindih motor dan May terlempar mencium aspal jalan.

Ketika hendak menolong May, Bagio melihat perempuan berbaju putih berambut panjang menyeringai dengan sorot mata merah menyala. Tawa cekikikannya merindingkan bulu kuduk.

Badan perempuan itu kemudian melayang di atas tubuh May. Rambut panjangnya perlahan rontok menyelimuti tubuh tak berdaya itu. 

"Jangan," teriakan Bagio tertelan tawa perempuan hantu bermata merah menyala. Bagio kemudian mengumandangkan adzan serta membaca doa. 

Tubuh hantu itu melayang turun ketika tubuh May yang terdiam dan terbungkus serat berwarna putih. Hantu perempuan itu kembali menyeringai seraya menampakkan taring. 

"Tolong, jangan ganggu istri saya. Tolong," Bagio memohon dengan tubuh dalam posisi bersimpuh.

Tawa hantu perempuan itu kembali memecah keheningan. Bagio kembali berteriak histeris ketika tubuh May kembali melayang semakin tinggi. 

Tiba-tiba dari arah depan terdengar derum kendaraan yang melaju kencang serta sorot lampu menerpa. Menyilaukan. 

Dalam hitungan detik tubuh May yang melayang jatuh tepat di depan mobil yang melintas. Teriakan Bagio kembali menggema memecah malam. 

Sopir mobil kemudian menghentikan kendaraannya ketika merasakan telah melindas sesuatu. 

Dan alangkah terkejutnya ketika ada tubuh perempuan tergeletak, terlindas diselimuti rambut panjang, memutih.

Bagio menguraikan rambut panjang putih yang membungkus tubuh May. Bagio terloncat mundur ketika May tersadar. Sorot matanya merah menyala, dan lamat-lamat terdengar cekikikan tawa menggema. 

Malam kian senyap.

Sumenep, 7 Juli 2019