Sang Penjaga Hutan


Pentigraf: Lilik Rosida Irmawati

Hari-hari yang sangat kering dan kerontang. Matrasid berkali-kali mengelap sekujur tubuh hitamnya dengan kain lusuh, namun demikian keringatnya tak kunjung kering. Bau tanah di kain lap dan keringat menyatu seperti bau tai sapi. Matrasid tersenyum sendiri membaui aroma tubuhnya. Akhirnya Matrasid menyerah dan membiarkan semilir angin menembus pori-pori, memejamkan mata dan terlelap.

Matrasid terlonjak, suara derum mesin menderu-deru sangat dekat. Dengan mengendap-endap Matrasid mendekati area di punggung bukit sebelah kanan, sudut matanya menangkap dua orang yang sibuk menggunakan mesin memotong pohon Randu dengan diameter sekitar 2 meter. Pohon pertama yang ditemukan Madrasid ketika datang dan mendirikan gubuk di tanah tak bertuan, sembilan belas tahun silam. Area yang tak pernah terjamah setelah seluruh penduduk terkubur akibat lereng gunung runtuh dan membentuk formasi gunung-gunung baru.

Penuh awas sembari mengendap Matrasid melemparkan tombak dan tepat mengenai punggung pemegang mesin, suara mesin menderu berputar dan terdengar jeritan memilukan. Melihat temannya terkapar dan bersimbah darah temannya hendak melarikan diri tapi langkah kakinya terhenti begitu melihat Matrasid berdiri dihadapannya, laki-laki itu kemudian bersujut, Matrasid mengangkat dan memaksa laki-laki itu menatapnya. Gidik ketakutan memancar dari wajah laki-laki itu melihat wajah tak berbentuk, monster. Setelah laki-laki itu berlalu dengan membopong temannya, Matrasid berkeliling menelusuri semua sisi punggung gunung untuk memastikan tak ada para penebang yang menyusup dan menjamah hutan baru yang dirawatnya sepenuh jiwa.

Sumenep, Oktober 2019