Tembakau Madura dari Waktu ke Waktu

El Iemawati
Gugusan pulau Madura merupakan suatu wilayah dengan curah hujan sangat rendah. Dengan kondisi alam yang demikian maka lahan yang dimiliki oleh pulau ini tergolong tandus. Sebagaimana di wilayah lain Indonesia, iklim di Madura bercirikan dua musim, yaitu musim barat atau musim hujan dan musim timur atau musim kemarau. Adapun komposisi tanah dan curah hujan tidak sama, di lereng-lereng yang tinggi letaknya curah hujan cukup tinggi sedangkan di lereng-lereng yang rendah curah hujannya sangat sedikit. Dan itu menyebabkan tanah di sebagian wilayah Madura kurang subur. Sebagian tanah yang diolah terdiri dari tegalan yang terutama menghasilkan jagung dan singkong. Selama musim penghujan saja lahan-lahan kering dapat ditanami.
Dengan kondisi alam yang kurang menguntungkan  tersebut maka lahan-lahan pertanian tidak mampu menghasilkan produk pertanian yang mampu memenuhi kebutuhan pokok, misalnya padi. Produk pertanian lainnya adalah jagung, singkong dan kacang-kacangan yang ditanam pada musim penghujan. Tidaklah mengherankan apabila tanaman tembakau menjadi salah satu andalan para petani dan menjadi tanaman istimewa. Karena dalam waktu relatif singkat (kurang lebih 4 bulan), tanaman tembakau mampu menjadi andalan komoditas dengan nilai jual tinggi. Di samping itu budidaya tembakau mampu menyerap tenaga kerja yang banyak.
Konon budidaya tanaman tembakau komersial di Madura di mulai sekitar abad ke-18, tepatnya pada tahun 1830 diadakan percobaan penanaman tembakau. Menurut Raffles, tembakau dikirim ke Madura dari Puger, Jawa Timur.  Pada awal penanaman, residen Surabaya merasa kurang optimis dengan hasil percobaan tersebut karena lahan pertanian di Madura dianggap kurang cocok untuk penanaman tembakau. Lahan-lahannya yang rendah penuh dengan batu-batu dan tanah yang tinggi mengandung terlalu banyak kapur, lagipula sangat kekurangan air. Pada masa itu tanaman tembakau menjadi salah satu budidaya tanam paksa dan di tanam di tanah-tanah perkebunan yang tersebar di wilayah Jawa Timur, dan sebagian para pekerja berasal dari Madura.
Pengetahuan yang diperoleh para petani migran dari Jawa kemudian diterapkan dan dipraktekkan juga di Madura. Para penyewa tanah, para mandor, dan kuli-kuli pada awal abad ke-19 kembali ke Madura untuk menanam tembakau dalam jumlah kecil untuk pasaran lokal. Walaupun residen Madura pernah membuat ramalan suram tentang penanaman tembakau di Madura, terutama Madura timur, namun penanaman tembakau semakin banyak dan berarti. Bahkan Sultan Sumenep mengadakan percobaan di kebun-kebun percobaan. Pada paruh abad ke – 19 tanaman tembakau menjadi tanaman komersial dan para petani memperoleh pemilikan tanah dan dapat menguasai seluruh panennya.
Budidaya tembakau semakin meluas, namun kualitas tembakau Madura masih rendah apabila dibandingkan dengan varietas tembakau Jawa. Mula-mula tembakau Madura hanya digunakan sebagai tembakau susur, namun lambat laun tembakau Madura mulai diperhitungkan kualitasnya dan menjadi salah satu andalan produk lokal yang mampu memenuhi kebutuhan pabrik rokok. Dari tahun ke tahun tanaman tembakau Madura  semakin meningkat dan tingkat perdagangan tumbuh semakin pesat. Dan itu berdampak pada tingkat kemakmuran rakyat yang semakin tinggi.
Produksi tembakau Madura semakin tinggi ketika berdiri dua perusahaan internasional, yaitu British-American Tobacco (BAT) dan Faroka mulai memproduksi  rokok Barat untuk pasaran Indonesia. Mereka memperkenalkan varietas unggul, yakni Virginia. Lambat laun kegiatan-kegiatan perusahaan  Jawa dan Eropa mampu membawa perbaikan  pada kualitas tembakau Madura. Kemajuan lebih lanjut terjadi  dengan adanya penempatan para penasehat bebas di daerah-daerah tembakau oleh Dinas Penerangan Pertanian. Mereka mengajar para petani tentang pengolahan tanah, penyebaran bibit, perairan irigasi, penggunaan pupuk, pemeliharaan dan pengolahan.
Pada masa penjajahan Jepang penanaman tembakau mengalami kemunduran, hal itu disebabkan penjajah Jepang hanya memperbolehkan penduduk menanam tanaman pangan. Walaupun secara ilegal tanaman tembakau ditanam untuk dijadikan rokok untuk konsumsi lokal. Setelah Indonesia merdeka tanaman tembakau ditanam kembali pada awal tahun lima puluhan. Para petani tembakau tradisional mengawali kesuksesan dengan produksi tinggi apabila dibandingkan dengan produk tembakau Jawa. Para petani tembakau Madura mampu merebut posisi yang lebih kokoh di pasaran. Hal itu dapat dibuktikan dengan produk tanaman tembakau  yang mengalami peningkatan produksi dan hampir semua pabrik rokok kretek di Jawa Timur membeli tembakau Madura dalam jumlah yang besar.
Adapun wilayah perluasan tembakau dari tahun ke tahun semakin meningkat, terutama di wilayah Pamekasan dan Sumenep. Daerah terpenting di dua kabupaten tersebut adalah sawah sebelah tenggara Pamekasan, Waru dan dataran tinggi Jambangan Bakiong, Guluk-guluk, Prancak Pasongsongan, Toguluk Mandala Rubaru dan Ambunten. Daerah-daerah tersebut merupakan penghasil tembakau dengan mutu tinggi. Tetapi di luar daerah lain pun banyak di tanam tembakau dengan kualitas cukup baik.
Dari tahun ke tahun areal penanaman tembakau semakin luas, hal ini dapat dilihat pada data areal lahan yang dihimpun oleh Dinas Pertanian Rakyat Madura pada awal penanaman tembakau dari tahun 1884 sampai tahun 1976. Adapun data areal sebagai berikut : tahun 1884 – 1.448 ha, tahun 1900 – 2.593 ha, tahun 1910 – 4.551 ha, tahun  1920 – 3.551 ha, tahun 1935 – 5.507 ha, tahun 1958 – 6.000 ha, tahun 1963 – 11.617 ha, tahun `965 – 13.241 ha, tahun 1970 – 16.182 ha, dan tahun 1976 – 26.530 ha.
Dapatlah dilihat dari data tersebut bahwa areal penanaman tembakau se Madura mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Apalagi kalau dibandingkan dengan areal tanam di kabupaten Sumenep pada periode tahun 2000-an. Data di Dinas Perkebunan Kabupaten Sumenep menunjukkan masa tanam 2001-2003 seluas kurang lebih 23.000 ha, tahun 2004 – 2005 seluas kurang lebih 21.000 ha. Sedangkan pada tahun 2006 areal tanam seluas 19.921 ha. Penurunan areal  tembakau dimaksudkan untuk menstabilkan harga pasaran sekaligus meningkatkan kualitas tembakau. Oleh karenanya setiap tahun Pemkab senantiasa menghimbau kepada masyarakat supaya para petani tembakau mampu mencari tanaman alternatif sebagai pengganti tanaman tembakau.
Himbauan pengendalian penurunan areal tanam tembakau dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas. Dengan pemilihan lahan yang cocok dan juga di dukung oleh cuaca yang bagus, maka akan mampu mengangkat harga penjualan, contoh pada tahun 2006 harga tertinggi tembakau mampu menembus angka 32.000 rupiah/kg. Hal itu menunjukkan bahwa tanaman tembakau merupakan komoditas dagang terpenting dari pulau Garam, karena semua pabrik rokok kretek di Jawa Timur dan Jawa Tengah membeli tembakau Madura dalam jumlah yang sangat besar. Dan tembakau atau emas hijau ini merupakan satu-satunya produk andalan ekspor dari pulau Garam.
(*daftar pustaka : Madura Dalam Empat Zaman, Huub De Jonge)