Tembang Macapat “Media Dakwah Para Wali” (2)


oleh: Lilik Rosida Irmawati

Secara lebih gamblang  isi maupun makna dari masing-masing tembang akan dibahas secara terperinci, sehingga  dapat diketahui tujuan dari masing-masing tembang tersebut diciptakan. Adapun rinciannya sebagai berikut ;

I. Tembang Salanget (Kinanti)        

Mara kacong ajar onggu, kapenterran mara sare
ajari elmo agama, elmo kadunnya’an pole
sala settong ja’ pabidda, ajari bi’onggu ate
Nyare elmo pataronggu
sala settong ja’ paceccer
elmo kadunnya’an reya
menangka sangona odhi’
dineng elmo agamana, menangka sangona mate.
Paccowan kenga’e kacong, sombajang ja’ la’ ella’e, sa’ are samalem coma
salat wajib      lema kae
badha pole salat sonnat, rawatib ban salat lail


                                                                                                        (Anggoyudo, 1983:  )


(Ayo anakku belajar yang tekun, kepandaian itu harus dicari, belajar pengetahuan agama, juga pengetahuan dunia, jangan dibedakan, belajar dengan kesungguhan hati. Mencari ilmu harus serius, salah satu jangan ditinggalkan, ilmu keduniaan itu, keperluan hidup, sedangkan ilmu agama, adalah bekal untuk mati. Selain itu ingatlah anakku, sembahyang jangan sampai lubang, satu hari satu malam, sholat wajib lima kali, ada juga shalat Sunnah, rawatib dan shalat malam hari).

Bungka nyeor buwa bhalulug
Bhalulugga daddi tjengker
Se tjengker daddiya buggan
Se buggan daddiya pathe
Se pathe daddiya minyak
Mennya’ daddi damar kene’   
                 
                                         (Asmoro, 1950:27)

(Pohon kelapa berbuah beluluk, beluluk menjadi cengker, buah cengker menjadi kelapa, kelapa menjadi santan, santan menjadi minyak, minyak bisa menjadikan terang)

Secara lugas, Salanget (Kinanti) mempunyai arti sudah selesai menanti, sesuai dengan arti apabila dipakai sewaktu dicari sudah diketemukan, apa yang diinginkan sudah tercapai. Di samping itu tembang Salanget (Kinanti) banyak berisi nasehat atau anjuran kepada manusia, untuk saling memberi, saling menerima, saling mengingatkan dan saling ketergantungan sebagai sesama makhluk ciptaan Tuhan, Penguasa alam semesta.

Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan  orang lain dalam memotivasi diri menuju arah kebajikan. Sebagai makhluk lemah dan dhoif, manusia membutuhkan tuntunan dalam kehidupan ber-masyarakat. Melalui tembang Kinanti inilah, manusia akan lebih peka menangkap arti hidup dan kehidupan di dunia.

Di samping itu tembang Salanget (Kinanti) mengajak setiap manusia untuk lebih meningkatkan mutu individu melalui proses belajar. Manusia diingatkan agar menguasai ilmu pengetahuan, baik dalam bidang IPTEK maupun disiplin ilmu agama. Karena kedua disiplin ilmu tersebut, memiliki intensitas yang tinggi bagi kemaslahatan umat manusia. Dengan menguasai IPTEK, manusia akan lebih menyadari tentang kebesaran Tuhan yang diperlihatkan melalui ciptaan-Nya. Bahwa semua yang ada di alam, merupakan sumber ilmu yang tak pernah habis apabila digali dan di pelajari. Dan semua itu harus diimbangi oleh penguasaan ilmu agama. Sehingga terjadi keseimbangan, bahwa hidup manusia bukan hanya memenuhi kebutuhan jasmaninya saja, tapi aspek rohani merupakan  kebutuhan yang sangat vital.

Allah SWT telah memberikan semua sarana dan prasarana yang memadai kepada umat manusia. Semua yang ada di bumi, baik dalam perut bumi, di daratan, lautan, angkasa raya, tata surya ataupun semua yang tumbuh di bumi semua diciptakan untuk manusia. Semua ciptaan Allah, sekecil apapun sangat bermanfaat bagi manusia. Melalui tembang Salanget (Kinanti), manusia diajak untuk lebih peka, arif dan bijaksana, terbuka cakrawala berfikir dan wawasan.

Di bawah ini, cuplikan 2 tembang Salanget (Kinanti)

 2  Pucung                                   
                                               
Pon angongngong pa’na Putjung
Dja’ onengga ngotja’
Lora tore rassa’agin
Kasennengan tebbasa mlarat sampeyan


                                                                                                              (Asmoro, 1950:21)

Terjemahannya sebagai berikut :

(Sudah terdengar ceritanya bapak Putjung, jika saja bisa mengutarakan, coba rasakan kesulitannya, kesenangan terbayar dengan kemiskinan-mu)

Tembang ini mempunyai watak sembrana parikena (sembarangan), biasanya dipakai untuk menceritakan hal-hal yang ringan, jenaka atau teka-teki. Adapun  tataran yang lebih luas, isi dari tembang Pucung memberikan penggambaran hubungan yang sangat harmonis dan serasi antara sesama manusia sebagai makhluk Tuhan. Apakah manusia itu mempunyai kedudukan dan status tinggi dalam masyarakat, ataupun manusia itu hanya sebagai hamba sahaya. Tembang ini mengingatkan kepada manusia, terutama kepada para penguasa, para majikan, para juragan, para atasan agar tidak berbuat sewenang-wenang.

Tembang Pucung menggambarkan hubungan antara pemberi perintah dan penerima perintah. Walaupun berada dalam posisi yang lebih tinggi, kaya dan mapan, manusia dihimbau agar tidak silau dan berbuat tidak adil kepada para pelayan, bawahan, hamba sahaya. Karena para bawahan, pembantu mempunyai andil yang sangat besar bagi kesuksesan yang di raih. Hal itu sebagai suatu bukti, bahwa manusia membutuhkan orang lain, manusia memiliki ketergantungan yang sangat tinggi sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial.

Tembang ini mengungkapkan tentang nasehat kepada sesama manusia, dalam menjalin hubungan dengan sesama untuk lebih mementingkan rasa rendah hati dan tenggang rasa yang tinggi. Seseorang yang mempunyai status dan kedudukan lebih tinggi, dihimbau  memperlakukan bawahan untuk lebih bersikap manusiawi.


3.   Mejil (Medjil)

1 .  Tapa tedhung ka dhaja alowe,
      Biridda emaos,
      Atena sorat Yasin se dhingen.
      Paparengnga ma’ keyae,
      Enggi ebaca bajengnge,
      Pon ta’ poron ambu
      Sakeng rajana terro dha’ pottre,
      Nyegga’ nase’ juko’,
      Pon ta’ tedhung salanjangnga are,
      Asena brang tadha’ pottre raddin,
      Dha’ Allah amoji,

Nyo’on duli kabbul.
      Kacator se atapa pon abit,
      Badanna pon geddur,
      Ta’ aguliyan sakale-kale.
Matang-matang enga’ oreng mate,
Ta’ kowat akebbi’,
Gun nyaba akelbu’……


                                                                          (Asmoro, 1930…)

Terjemahannya sebagai berikut  :

(Tapa tidur ke paling utara, wiridnya dibaca, hatinya surat Yasin yang dulu diberi Ulama, sudah dibaca dengan rajin, dan tidak mau berhenti. Karena besarnya keinginan ke putri, makan nasi ikan, sudah tidak tidur sehari-semalam, hampa tanpa rasa putri cantik, kepada Allah memuji minta dikabulkan. Sudah berjalan tapanya sudah lama, tubuhnya lemas tanpa urat, tidak ada gerak sedikit pun, kelihatan sudah seperti orang mati, tidak kuat menahan, Cuma nafas yang kelihatan).

Langnge’ biru bintang tep ngarettep
Sabenne mancorong
Bulan bunter tjahya pote koneng
Tera’ ngantar ampon sasat are
Neng panas ta’andi’
Gneko bidha epon


 Terjemahannya sebagai berikut :

( Langit biru bintang bertebaran sinarnya, Sinarnya menyilaukan, Bulan bulat cahaya keemasan. Terang bulan karena hari suah senja, Panas tidak ada, Itu perbedaannya).

Manusia merupakan makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT. Begitu besar kasih sayang Allah kepada makhluk yang bernama manusia, sehingga seluruh alam raya yang diciptakan hanya untuk kemaslahatan umat manusia. Namun banyak sekali manusia yang lupa bersyukur akan kebesaran kasih sayang Allah SWT. Alunan syair tembang Medjil mengingatkan, supaya manusia tidak melupakan nikmat yang diterimanya. Manusia diajak untuk menggunakan kepekaan batin sekaligus rasionya untuk memikirkan kebesaran alam semesta. Dengan begitu manusia dapat menarik sebuah kesimpulan, bahwa Sang Maha Pencipta, Allah  Ajja wa Jalla merupakan muara akhir dari perjalanan hidup manusia. (bersambung)

 Tulisan bersambung:

  1. Tembang Macapat “Media Dakwah Para Wali”
  2. Tembang Macapat “Media Dakwah Para Wali” (2)
  3. Tembang Macapat “Media Dakwah Para Wali” (3)
  4. Tembang Macapat “Media Dakwah Para Wali” (4)