Tembang Macapat “Media Dakwah Para Wali” (3)




oleh: Lilik Rosida Iramawati

Dalam syair-syairnya tembang Medjil mengisyaratkan sebuah pesan tersirat, bahwa dalam upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan jasmani maupun rohani manusia tidak mampu bersandar pada kemampuan diri semata. Ada sebuah Zat yang senantiasa memberi pertolongan, perlindungan sekaligus memberikan rahmat dan karunia. Di samping itu manusia senantiasa diingatkan pada sebuah kesadaran yang hakiki, bahwa Sang Maha Pencipta adalah tempat memohon, tempat bersandar, tempat meminta, tempat berpasrah diri, tempat berharap dan merangkumkan doa-doa sebagai pengakuan diri sebagai makhluk yang dhoif dan lemah.


4. Maskumambang

Mon nyaroan ratona banne ngerenge
Mastena nyarowan
Tao se ekabutowen
Dha’ ka oreng a manfaat


Terjemahannya sebagai berikut :

(Kalau lebah pemimpinnya bukan kecoak, seharusnya lebah, mengerti tentang kebutuhan, kepada manusia sangat bermanfaat).

Tembang Maskumambang menyiratkan sebuah hubungan yang sangat serasi, seimbang dan harmonis antara manusia dan semua makhluk hidup. Dengan akal pikirannya, manusia diajak untuk membaca, menyimak memperhatikan serta memikirkan serta mengambil manfaat dari keberadaan makhluk hidup lainnya. Hal itu sesuai dengan kapasitas manusia sebagai pengemban amanah di bumi.

Melalui alunan  tembang Maskumambang, manusia diajak untuk membaca secara detail fenomena alam dan mengambil hikmah dari semua makhluk ciptaan Allah SWT. Sekecil apapun bentuk dari makhluk ciptaan-Nya tetap memberikan nilai dan manfaat yang sangat besar bagi manusia. Di samping itu tembang Maskumambang mengungkapkan suasana hati yang rawan akibat kesedihan dan keprihatinan yang mendalam.

5. D u r m a

Lamon dika epassrae panggabayan
Ampon mare apekker
Terang ka’ekko’na
Adjanji maranta’a
Pon pon brinto tarongguwi
Anggap tanggungan
Ma’ ta’ malo da’ oreng          

                         (Asmoro, 1950 ; 19)


Terjemahannya :

(Jika kamu mendapat beban pekerjaan, sudah selesai dipikir, tentang seluk-beluknya kerja, usaha untuk menyelesaikan, jika demikian haruslah serius, bekerja dengan penuh tanggung jawab, agar tidak mengecewakan orang).

Di samping melambangkan tentang nafsu manusia, tembang ini menyiratkan hubungan yang sangat erat antar manusia sebagai makhluk sosial. Dalam menjalankan kehidupannya, manusia senantiasa memiliki ketergantungan pada manusia lainnya. Dengan adanya ketergantungan tersebut, maka setiap individu dituntut untuk bertanggung jawab terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Terutama tanggung jawab dalam mengemban tugas. Dalam arti nilai-nilai profesionalisme benar-benar dijunjung tinggi.

Tanggung jawab akan melahirkan rasa aman sekaligus rasa percaya terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Dengan bertanggung-jawab  hubungan antara sesama manusia menjadi  serasi dan harmonis, sehingga menghilangkan rasa saling curiga dan buruk sangka. Dengan demikian maka hubungan yang dilandasi saling percaya, saling ketergantungan, saling bertanggung-jawab serta memiliki keterikatan yang kuat akan menjauhkan manusia dari segala permusuhan.

6. Kasmaran (Asmaradhana) 
Dhu tang ana’ reng se raddin, se ganteng pole parjuga
spopre enga’ ba’na kabbi.ja’ odhi’ badha  neng dunnya
 kodu ba’na enga’a, sabban are korang omor, sajan abid sajan korang.
Sabellun dhapa’ ka janji, la mara pong-pong sateya
bannya’-bannya’ pangabekte, alakowa parentana, jauwi laranganna
Guste Allah Maha Agung, ngobasane alam dunnya.
Dhu tang ana’ estowagi, asareya kabecce’anmenangka sangona odhi’.
 Neng dunnya coma sakejje’, omor ta’ asomaja, tako’ dhapa’ dha’ ka omor
 abali ngadep dha’ Allah


Terjemahannya :

(Duh, anak-anak yang cantik, yang bagus dan gagah, supaya kamu ingat semua, hidup ada di dunia, harus kamu perhatikan, setiap hari umur berkurang, tambah lama tambah berkurang. Sebelum sampai ke janji, ayu kerjakan sekarang juga, banyak-banyak berbakti, kerjakan perintah Tuhan, jauhi larangan Tuhan, Gusti Allah Maha Agung, menguasai alam dunia. Duh anak yang mendapat restu, carilah kebajikan, sebagai bekal hidup, takut sampai kebatasnya umur, kembali menghadap Allah).

O, Alla se Maha Socce, Pangeranna alam dunnya,
Ngera-ngera pon ta’ oneng, Ran-maheran paparengnga, 
Se badha neng e jagat,   Mecem-macem jutan ebun, hawa aeng apoy tana.
Akadi bintang e elangnge’, Gunggungnga sera onengnga
Nyo’on maaf langjkong sae
 Opama badha atanya, mara kagali tretan
Pera’, emas menya’ lantong, tatombuwan ka’bungka’an
Durin salak jeruk manggis
Dha’-tedha’an manca barna
jaran macan juko’ rengnge’
Lantaran dhari bannya’na
Lerressa ta’ bangal tanggung
Ressem lecek lamon mongkat.                            

                                                (Anggoyudo, 1983 :   )


Terjemahannya :

(Allah Yang Maha Suci, penguasa alam dunia, diperkirakan jumlahnya tidak tahu, sangat mengherankan pemberiannya yang ada di dunia, beribu-ribu, berjuta, udara, air, api dan tanah. Seperti bintang di langit, besarnya siapa yang tahu, minta maaf lebih baik, sekiranya ada yang tanya, ayo pikirkan saudara, perak, emas, minyak, pepohonan dan tumbuh-tumbuhan lainnya. Buah durian, salak, jeruk, manggis, buat makanan beraneka warna, macan, kuda, ikan sampai nyamuk, tak sanggup menghitung, sebenarnya tidak berani menanggung, karena banyaknya ciptaan).

Asmaradhana atau Kasmaran (Madura), berarti suka, kasengsem (jatuh cinta). Tembang ini biasanya digunakan untuk menggambarkan perasaan cinta ataupun rasa sedih. Selain itu juga memberikan gambaran rasa senang, bahagia, tidak ada pikiran susah dan senantiasa berada dalam kondisi gembira.

Walaupun tembang Kasmaran senantiasa menyiratkan aroma kegembiraan dan kebahagiaan, tembang ini juga memberikan gambaran utuh tentang kewajiban manusia terhadap sesama manusia ataupun kewajiban manusia terhadap Khalik-Nya. Dalam arti manusia harus seimbang dan selaras dalam menata hubungan, baik secara vertikal maupun secara horizontal.

Tembang ini mengingatkan betapa pentingnya tali silaturahmi ditautkan. Saling menyapa, saling berkunjung, saling membantu terhadap tetangga ataupun sanak saudara. Menyambung tali silaturahmi merupakan ungkapan perasaan kasih sayang dan akan memberikan dampak kegembiraan serta kebahagiaan terhadap sesama manusia.

Salah satu sifat manusia adalah senantiasa berbuat khilaf dan lalai. Dalam syair-syairnya, tembang Kasmaran mengingatkan tentang kewajiban manusia terhadap Sang Pencipta. Segala keindahan perhiasan yang ada di dunia ini, jangan sampai memalingkan manusia dari Sang Pencipta. Kewajiban manusia yang utama adalah beribadah kepada-Nya. Untuk itulah manusia senantiasa diajak  berbuat kebajikan, menjauhkan diri dari perbuatan  hina, keji, khianat dan mungkar. Di samping itu juga diingatkan tentang  batas umur yang dikaruniakan oleh-Nya, jangan sampai terbang percuma dan sia-sia. Karena kehidupan manusia ibarat berada di persimpangan untuk menuju kehidupan yang lebih hakiki dan abadi.

Di sisi lain tembang Kasmaran menyiratkan kebesaran alam ciptaan-Nya. Dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya, seluruh alam semesta dan semua penghuni yang ada di bumi, mulai  tumbuh-tumbuhan, hewan darat maupun hewan  laut ditundukkan serta diperuntukkan  oleh Sang Maha Pencipta kepada  umat manusia. Melalui tembang ini manusia diingatkan untuk senantiasa bersyukur atas  kenikmatan yang demikian besar. Selain mensyukuri nikmat-Nya, manusia diingatkan untuk memikirkan kebesaran Sang Pencipta dalam upaya mempertebal iman sebagai bekal  beribadah dan mengabdi hanya kepada-Nya.


Pangkur (Pangkor) 

Raja onggu panremanna
Tanenmanna pon a nglebbi’I oreng
Oreng se mratane lebur
Klamon cokop landhu’na
Buwana ba’ lebba’ ka’ bungka’enna dhuluk
Nyaman bai long polongan
Panyeramanna la mare


Terjemahannya :

(Besar sekali rasa syukurnya, tanamannya sudah setinggi orang, orang yang merawat gembira, jika sudah cukup mencangkulnya, buahnya lebat sampai pohonnya meliuk, jika butuh tinggal mengambil, sebelumnya setiap saat di siram).


2.   Perak-peral mare pasa

Tello polo are nakso e karengkeng
Tabu’ lapar nante’ bakto
Ta’ kenneng sarombanna
Pangaterro maste ngala ban atellok
Da’ ka atoranna pasa
Buka saor se epantje


                                                                                         (Asmoro, 1950 :19)

Terjemahannya :

(Gembira sekali setelah selesai puasa, tiga puluh nafsu ter-penjara, perut lapar menanti waktu buka, tidak bisa sembarangan, keinginan harus kalah oleh ketentuan, dan aturannya puasa, berbuka dan sahur sesuai waktu).

Tembang  Pangkor ini biasanya dipakai untuk mengungkap hal-hal yang bersifat keras, seperti kemarahan, perkelahian dan perang. Meskipun tembang Pangkor identik dengan nuansa heroic, namun banyak diantara-nya memberikan gambaran yang lugas dan gamblang tentang kekerdilan manusia dihadapan Sang Pencipta. (bersambung )


 Tulisan bersambung:

  1. Tembang Macapat “Media Dakwah Para Wali”
  2. Tembang Macapat “Media Dakwah Para Wali” (2)
  3. Tembang Macapat “Media Dakwah Para Wali” (3)
  4. Tembang Macapat “Media Dakwah Para Wali” (4)