Sintung, Media Penyatuan Diri pada Sang Pencipta

Lilik Rosida Irmawati
Kesenian Sintung merupakan satu-satunya kesenian yang bernafaskan Islam tanpa dicampuri oleh unsur budaya lainnya. Seni tradisional ini berasal dari desa Tamba’ Agung Barat, kecamatan Ambunten.  Sintung adalah perpaduan yang sangat kompleks dari semua jenis unsur seni, yang meliputi seni tari, seni musik, dan olah vokal. Pada unsur seni tari,  kekuatan Sintung terletak. 

Gerakan-gerakan hasil dari modifikasi hadrah, gambus dalam gerak rancak, dinamis dan gerak hidup yang dimainkan oleh para penari, mampu menciptakan tontonan menarik dan memukau.

Dari segi historis, kesenian Sintung ini berasal dari Asia Tengah, yaitu semenanjung Arabia. Kesenian ini dibawa oleh para pedagang Gujarat (India), bersamaan dengan misi mereka yaitu menyebarkan agama Islam. Dari arah Sumatera, tepatnya Aceh, perjalanan kesenian ini terus menuju ke arah timur pulau Jawa, dan akhirnya sampai ke dataran pulau Madura. Di kampung Prompong, kecamatan Rubaru inilah , sekitar abad XVIII berdiri sebuah pesantren.

Di pesantren Prompong, Rubaru inilah kesenian Sintung diajarkan kepada para santri. Diantara para santri tersebut ada yang berasal dari desa Tamba’ Agung Barat, yang secara kebetulan mempunyai hubungan kekerabatan. Dan dari generasi ke generasi, kesenian Sintung ini diajarkan dan dilestarikan. Adapun K. Ridwan dan K. Talibin, adalah penata gerak (kreografer) yang paling terkenal pada jamannya, beliau berdua yang meletakkan dasar-dasar tari pada kesenian Sintung. Kesenian ini cepat mendapat respon dari masyar

Kata  Sintung merupakan akronim dari rangkaian kata “wang-awang sintung”, “wang-awang” mempunyai arti mengangkat kaki, dan kata sin berasal dari bahasa Arab, berarti bergembira ria. Sedangkan tung, merupakan kepanjangan dari kata settung (satu). Secara gamblang dapat diartikan bahwa Sintung adalah refleksi jiwa, ungkapan kegembiraan yang diekspresikan dengan cara mengangkat kaki, bergembira ria sambil melompat-lompat disertai pembacaan shalawat dan barzanji. Gerak tarian dan nyanyian (shalawat dan barzanji) tersebut, hanya ditujukan pada satu Zat yang menguasai alam semesta, yaitu Sang Khalik, Sang Maha Pencipta dan Sang Maha Kuasa.

Seni Pertunjukan, Perpaduan Berbagai Unsur Seni

Kesenian Sintung adalah perpaduan dari beberapa unsur seni, yaitu seni tari, olah vokal dan musik. Adapun unsur tari yang disajikan merupakan modifikasi gerakan Hadrah, Samman, Ruddat dan gambus. Perpaduan tersebut menghasilkan rangkaian gerakan yang spesifik, tangkas, lincah, rancak serta dinamis. Sedangkan bacaan dalam syair-syair yang dibawakan merupakan bacaan shalawat dan barzanji, ber-bahasa Madura, Melayu dan Arab.

Keunikan dari kesenian Sintung ini adalah, semua instrumen alat musik berasal dari pohon siwalan. Jidor, terbuat dari pohon yang besar, begitu pula dengan gendang. Sedangkan tong-tong dibuat dari tempurung buah siwalan. Tong-tong berbentuk bulatan (2 buah), dipegang oleh setiap penari. Dan untuk mendapatkan nada yang bagus dan lembut pada jidor maupun gendang, maka permukaan alat musik tersebut dibungkus dengan kulit sapi/kambing.

Adapun dalam setiap pementasan/penampilan jumlah penari minimal 25 orang, semua penari adalah laki-laki. Penampilan para penari laki-laki tersebut diiringi oleh 5 pemusik yang terdiri dari 1 pemain pemegang jidor, 2 orang penabuh gendang ditambah 2 orang penabuh rebana. Sedangkan alat musik tong-tong, dipegang dan dimainkan oleh semua pemain/penari. Pembacaan shalawat dan barzanji dilakukan oleh 2 orang. Durasi bermain tidak terbatas, tergantung pada kebutuhan.

Adapun tata rias serta aksesoris yang digunakan dalam setiap penampilan, terdiri dari kain sarung, kemeja taqwa, ikat kepala (odheng) dan variasi aksesoris lainnya. Lazimnya setiap pementasan, warna-warna busana yang mencolok dengan memadukan warna-warna Madura mendominasi setiap penampilan.

Ragam gerak yang terdapat pada tarian Sintung, ditujukan secara vertikal kepada Sang pencipta. Dengan demikian gerakan-gerakan ragam dan tarian yang sangat dinamis ini, adalah salah satu upaya  menyatukan hati dan jiwa dalam doa. Sedangkan gerakan melompat-lompat adalah pengejawantahan rasa tanda syukur akan keagungan Tuhan, pencipta alam semesta. Karena alam dan seluruh isinya, diperuntukkan demi kemaslahatan umat manusia.

Perpaduan gerak ragam tarian rancak dan nyanyian, adalah manifestasi ungkapan perasaan manusia kepada Sang Khalik. Sebagai tanda rasa syukur terhadap nikmat yang telah dikaruniakan kepada umat manusia. Tarian ini juga menggambarkan hubungan yang sangat erat  antara sesama manusia “ Habblum Minannas”, sekaligus gambaran ketergantungan manusia pada Sang pencipta “Habblum Minallah” yang terekspresi pada gerakan-gerakan terakhir Sintung. Karena pada gerakan-gerakan terakhir inilah, inti Sintung, gerak cepat disertai ketukan kuat pada alat “tong-tong”. Konon gerakan ini menggambarkan perasaan yang menyatu dengan Sang Khalik.

Prosesi Pementasan

Seperti hal-nya kesenian tradisional, pentas Sintung  sering dilaksanakan pada acara perkawinan, khitanan serta peringatan hari-hari besar Islam. Pelaksanaan pementasan terkadang pada pagi, siang ataupun malam hari, tergantung kepada si pengundang.

Adapun lagu-lagu (syair) yang dinyanyikan dalam setiap pementasan ada 23 macam/lirik lagu. Dalam satu lirik lagu terdapat satu gerakan tari. Setelah lagu dan gerak tari pertama dimainkan, disusul lagu dan gerak tari kedua, ketiga, begitu seterusnya, sampai ke- 23 lagu dan gerak tari tersebut selesai dinyanyikan. Di setiap pergantian lirik dan gerak tari, terdapat jeda dan pembaca shalawat ataupun barzanji meneriakkan kalimat “Ya Assyikin Nabi”, kemudian para penari menjawab dengan suatu gerak, tangan disilangkan di depan dada seraya mengangukkan kepala. Hal itu dimaksudkan suatu bentuk penghormatan kepada junjungan Rasullullah, sekaligus penghormatan kepada para penonton.

Sedangkan  gerak ragam (prosesi) yang dimainkan dalam setiap penampilan, sebagai berikut :
Para penabuh dan penembang memasuki panggung, dilanjutkan dengan pembacaan Shalawat. Setelah itu para penari memasuki panggung dengan posisi berbaris, kemudian memberikan salam kepada penonton. Selanjutnya  “Hedi” si penembang mengalunkan syair yang disertai gerakan tari oleh para penari. Dalam posisi berdiri penari memperagakan kelincahan serta kecepatan tangan, keharmonisan gerakan kaki sehingga membentuk komposisi yang sangat indah.

Setelah itu para penari membentuk komposisi setengah lingkaran, menghadap penonton dalam keadaan duduk. Gerakan-gerakan yang ditampilkan dalam posisi ini adalah kelincahan dan kegesitan tangan serta anggota tubuh. Tangan bertepuk di atas kepala, anggota tubuh meliuk-liuk, bersamaan, serempak, bergantian, susul-menyusul dalam rangkaian bergelombang. Gerakan dalam posisi duduk merupakan perpaduan gerak tari hadrah dan Sintung

Gerakan-gerakan yang banyak dimainkan dalam Sintung di dominasi dalam posisi duduk kemudian berubah ke posisi berdiri. Hal itu dilakukan terus menerus sampai ke 23 syair tersebut selesai dilantumkan. Dalam setiap rangkaian gerak tarian, adalah penggambaran dan pengejawantahan hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta serta hubungan sesama manusia sebagai makhluk Tuhan.

Ada pun gerakan saat berdiri, banyak didominasi gerakan melompat-lompat, lincah dan dinamis. Para penari menyelaraskan gerakan dengan setiap syair yang ditembangkan. Lebih-lebih gerakan terakhir yang merupakan inti dari Sintung. Setiap penari menggenggam sepasang tong-tong (tempurung buah siwalan), yang diketukkan bersama-sama, dirangkai dengan gerakan tangan ke atas, kebawah dan kesamping. Gerak para penari demikian cepat, lincah dan dinamis disertai ketukan yang sangat kuat pada tong-tong. Gerakan terakhir ini menggambarkan penyatuan hati dan jiwa kepada Sang Pencipta.

Generasi yang tetap eksis melestarikan kesenian Sintung pada saat ini adalah generasi ke-delapan. Kesenian Sintung masih sering tampil dalam event-event tertentu, misalnya pernah tampil di Balai Pemuda Surabaya dalam rangka memperingati malam Lailatul Qadar, dalam tajuk “Malam Seribu Bulan”. Bahkan kesenian ini pernah manggung di festival Istiqlal Jakarta.

Untuk melestarikan kesenian ini, re-generasi dilakukan dengan cara memasukkan dalam kegiatan non akademik pada  Sekolah Dasar di daerah tersebut. Disamping itu, setiap setengah bulan kelompok Sintung mengadakan pertemuan yang dilaksanakan secara bergiliran sesuai undian di rumah masing-masing anggota. Untuk lebih mempererat ikatan dalam pertemuan tersebut, media arisan digunakan sebagai tali pengikat sesama pengurus maupun anggota. Dalam pertemuan tersebut latihan rutin terus dilakukan.

Lirik Dalam Syair Sintung

Tanaka tapi ashala fi arbani bishudhadi qadazam sufi abra sihata tanakalu
Salatun wataslimun, waasha tahayyadi, alaman alaila hurobbus sama salam (4X)
Lailatul iknii lailatul ikni (2X) ilmu dhawam, waufin lana Allah Allah ya sayyadi (2X) ilmu dhawam
Sadayung kembang malati, sukarang diruang-ruang  (2X)
Dari hulu berjanji mati, sukarang diruang-ruang  (2X)
Wang wailung bae janji mati, sukarang diruang-ruang  (2X)
Ahyat dunya dul dawang aladdawang  (2X)

Maulana (4X) dawam, ya nabi Muhammad al-Ibnu Abdillah

Gitenggi mata kenari, kelihatang gunung melasang
Minang-minung, minang-minung kembang betawi
Sang raja di para-para, mokol tambur dari surbaya, mokol gendang di dalam tangsi, saya dingin, sanya dingin, kenang dingin, biar senang alam hati

Robbussalam (2X) dhaiman abada ilahil alila Ya Rasullulah (2X), dhaiman abada alal mukarram

Attauba illallah aliman ayya firduna ya Allah
Attaubis sahri attahiya Allah

Muhammad tasallu ala, alal murfa tarbi  (2X)
Tarbi Allahu tarbi. Tarbiwal mursalin ya maulai
Shallu robbuna, ya maulaainu runta jalla  (2X), he alaihi hissalam albaddaritn taman ya maulainu runta jalla alaihissalam

Sallalla alan madani  (2X) amniya fiarsa
Sairilla  (2X)  alan ahmad  (2X)  muhibbat askunnah Allah  (2X)  ya ho aman ya sultonik insin waljinnih
Allahu, Allahu, Allahu ya maulai, maulai ya salatunnabi alan nabi, alladi tubima fil ardi Allahu tayyibah
Ya Yusuf saiun lillah, sittiya rasulyullah (2X) ya qait nurul qait  (2X) summal husen habibullah
Sultas malunten-malluntenna aulilir masjid jid masjid   (2X)
Was awas salu inten, luintenna aulilir surban aban surben  (2X)
Allahu ya maulai ya ho, yai maulai ahayya ahai
Ahai hoya amaulai hitaala turajalali Allah turajalali
Shalla robbuna ya maulai nurunta jalla hi alaihi salam
Ahmad Muhammad ya ho – ya ho  (2X) nurunta jalla yaho –yaho  (2X), alaihi salam  (2X) yaho –yaho
Aya Allah ir hamnah anta maulanah maulana aheroh
 Sintung wang awang Sintung