Topeng
merupakan bentuk kesenian teater rakyat tradisional yang paling
kompleks dan utuh. Hal tersebut disebabkan dalam kesenian topeng
mengandung unsur cerita, unsur tari, unsur musik, unsur pedalangan dan
unsur kerajinan. Sehingga bentuk kesenian ini, dianggap paling pas untuk
digunakan sebagai media dakwah. Oleh para Sunan dan dalang yang
inovatif dan kreatif, tokoh-tokoh baru diciptakan dan alur cerita
mengalami perubahan, dari cerita yang syarat dengan bobot filsafat dan
filosofi Hindu, diganti dengan tokoh-tokoh dan alur cerita yang
mengandung bobot nilai-nilai moral dan nilai-nilai filosofi Islami.
Tanpa mengubah tema cerita, yaitu pertentangan dan konflik antara tokoh
antagonis dan protagonis. Bahwa kebajikan akan selalu menang melawan
kebatilan, kebenaran selalu menang melawan kejahatan.
Sebagai
media dakwah, kesenian topeng telah menjelajahi hampir semua wilayah
nusantara, dan telah mengalami perubahan. Oleh sutradara-sutradara yang
kreatif dan inovatif, cerita-cerita baru, tokoh-tokoh baru diciptakan
sesuai dengan karakter daerah dimana topeng itu dipentaskan. Sehingga
tidak mengherankan, apabila alur cerita dalam pementasan topeng tidak
murni lagi menjalankan alur cerita yang bersumber dari kisah Ramayana
dan Mahabarata. Melalui tokoh-tokoh yang dimainkan, nilai-nilai
keagamaan, nilai-nilai moral ditanamkan kepada para penganutnya. Hal itu
dilakukan dengan jalan menciptakan bait-bait, gending-gending maupun
jalinan kisah (cerita), yang mengandung nilai-nilai moral, nilai-nilai
filosofi Islami.
Sebagai
seni pertunjukan rakyat, teater Topeng Dalang dipentaskan untuk
memeriahkan berbagai acara, misalnya upacara perkawinan, selamatan desa
dan laut, khaul (peringatan yang berhubungan dengan meninggalnya seseorang/tokoh), serta ritual rokat.
Adapun kisah-kisah yang dimainkan disesuaikan dengan suasana hajatan.
Misalnya ruwatan untuk anak bungsu, mengambil kisah Pandawa Bungsu.
(penulis : Lilik Soebari)
(penulis : Lilik Soebari)